Jaksa penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) memeriksa tujuh saksi kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Enam di antaranya dari internal LPEI.
Saksi yang diperiksa adalah Kadiv Hukum 2010 dan Kadiv Restrukturisasi Aset 2013, SWP; Kadiv Special Audit 20 Juli 2020-25 Juni 2021, HTW; Relationship Manager (RM) Divisi Unit Bisnis 2015-2020, CRG; Kadiv Kepatuhan 1 April 2015-7 Januari 2017, DWKW; serta Kadiv Kepatuhan Juli 2013-1 April 2015, EL. Adapun dari ekternal LPEI adalah Direktur PT Jaskin, SD, dan Kepala Departemen Spesial Audit I April 2020-Juli 2021, SH.
"[Mereka] diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya pada Rabu (9/3).
Dalam kasus ini, Jampidsus Kejagung telah menyita 12 bidang tanah seluas 15.056 m2, dari Suyono (S) yang juga pemilik Group Walet. Penyitaan telah mendapatkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Aset yang disita itu terdiri dari beberapa bangunan, seperti pabrik roti, kafe, dan bengkel Shop & Drive. Penyidik pun telah memasang pelang tanda penyitaan di atas lahan yang disita selain mengamankan sejumlah barang bukti.
Sebelumnya, penyidik sempat menyita aset tanah dan bangunan Suyono di 11 lokasi di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah. Luasnya mencapai 1.496 m2 dan belum dihitung nilainya.
Selain itu, penyidik menebalkan pasal sangkaan terhadap Suyono dan tersangka lainnya, JD, dengan Pasal 3 jo Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain keduanya, penyidik menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta 2016, Josef Agus Susanta; Direktur Pelaksana III LPEI 2016, Arif Setiawan; dan Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, Ferry Sjaifullah.
Kasus bermula saat LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup yang terdiri dari 27 perusahaan. Namun, fasilitas diberikan tanpa melihat tata kelola perusahaan dan tak sesuai kebijakan perkreditan LPEI.
Lalu, bertentangan dengan sistem informasi manajemen risiko. Pembiayaan itu akhirnya dalam posisi kolektibilitas 5 atau macet per 31 Desember 2019.
Perusahaan pertama yang mendapatkan pembiayaan dari LPEI, Group Walet sebesar Rp576 miliar. Adapun Group Johan Darsono mendapat fasilitas pembiayaan senilai Rp2,1 triliun.
Pemberian fasilitas kredit ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,6 triliun. Nilai tersebut masih bisa bertambah lantaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan penghitungan.