Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Dia bakal diperiksa untuk kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJT (Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa atau DPP)," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Selasa (12/1).
Lembaga antirasuah telah menetapkan tujuh tersangka dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Selain Suharjito, eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) dan Staf Khusus Menteri KP Safri (SAF).
Lalu, pengurus PT Aero Citra Kargo atau ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri KP Ainul Faqih (AF), Staf Khusus Menteri KP Andreau Pribadi Misanta (APM), dan swasta Amiril Mukminin (AM).
Dalam kasusnya, Edhy disangka menerima Rp3,4 miliar dari beberapa perusahaan eksportir benur yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK, dan USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Diterka uang dipergunakan untuk belanja di Amerika Serikat, 21-23 November 2020.
Di sisi lain, KPK menduga Safri dan Andreau juga menerima uang yang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.
Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.