Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak dicabut, namun bakal direvisi secara terbatas. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, dalam usulan revisi Pasal 27 ayat 3 UU ITE bakal membedakan antara tindakan pencemaran naik baik dan fitnah, merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 50/PUU-VI/2008.
Selain itu, dalam usulan revisi Pasal 27 ayat 3 UU ITE juga akan membedakan ancaman pidana yang diturunkan. Menurut Menko Mahfud, tindakan fitnah lebih pada tuduhan yang tidak terbukti benar. Sedangkan tindakan pencemaran nama baik, tuduhan terbukti benar, tetapi yang bersangkutan merasa direndahkan.
“Pak Mahfud itu di punggungnya banyak tato. Misalnya, Anda enggak tahu, itu (Mahfud) dulu adalah anggota preman, sesudah diperiksa tidak terbukti, (itu) namanya fitnah. Tetapi kalau diperiksa betul ada tato, itu pencemaran nama baik, gibah,” ucapnya menjelaskan beda fitnah dan pencemaran nama baik dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/6).
“Apa bisa dihukum?. Bisa. Kalau tidak terbukti pasti fitnah, kalau ada, tetapi saya tidak senang berita itu didengar orang lain, itu bisa dihukum juga,” sambungnya.
Ia kemudian menerangkan soal delik aduan dalam perkara menyangkut Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Pihak yang berhak menyampaikan aduan dalam tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, atau penyerangan kehormatan hanyalah korban. Kuasa hukum yang resmi ditunjuk korban juga dapat mengadukannya.
“Bukan orang lain yang tidak ada kaitannya lalu mengadu sendiri gitu. Itu tidak bisa sekarang menurut surat edaran Kapolri dan kita adopsi sendiri. Harus orang yang langsung menjadi korbannya,” tutur Mahfud MD.
Untuk badan hukum, kata dia, dapat pula dianggap korban pencemaran nama baik, fitnah, atau penyerangan kehormatan. “Tetapi, yang dilaporkan itu orang,” ujar Mahfud MD.
Kemudian, usulan revisi Pasal 27 ayat (4) UU ITE bakal mempertegas norma dengan menambahkan uraian unsur ancaman pencemaran. Misalnya, ancaman akan membuka rahasia untuk memaksa seseorang supaya memberikan seluruh atau sebagian barangnya via elektronik.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE juga bakal dipertegas dengan norma, Jadi, ujaran kebencian yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu/kelompok masyarakat berdasar SARA (suku, agama, ras, antargolongan) diusulkan dipertegas dengan menambahkan adanya upaya menghasut, mengajar, atau mempengaruhi.
“Ada kata itu (menghasut, mengajak, atau mempengaruhi). Kalau menyebarkan tanpa niat ini, tidak bisa. Kita usulkan begitu,” tutur Mahfud MD.