Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, memprediksi, performa lembaga yang pernah dipimpinnya akan melempem. Seiring berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Kemudian, praktik lancung bakal "tumbuh subur". Ini ditengerai takadanya hukuman tegas dalam aturan regulasi anyar. "Tidak akan ada lagi ketakutan untuk melakukan korupsi," ucapnya di Jakarta, Kamis (13/2).
Dengan begitu, tambah dia, citra KPK di mata publik kian terpuruk. Dibandingkannya hasil riset antara capaian pada 2019 dengan kondisi terkini.
"Saya baca berita. Ada survei yang pada Agustus tahun lalu, kita (KPK, red) selalu nomor satu dan dua. Sekarang, kita di angkatan kelima. Sudah turun," tuturnya.
Riset tersebut, ungkap Syarief, dilakukan Alvara Research Center. Survei bertajuk kepuasan publik terhadap kinerja lembaga negara di 100 hari kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kedua.
"Kalau tren ini sampai ke depan berlangsung terus, maka KPK itu akan menjadi bangunan seperti Borobudur. Cakep dilihat, tetapi sudah jarang dipakai ibadah bangunannya," katanya.
UU KPK hasil revisi menuai polemik semenjak dibahas di DPR. Sejumlah elemen melayangkan keberatan. Termasuk komisionernya kala itu.
Setidaknya terdapat 26 yang dianggap bermasalah. Bahkan, bunyi antarpasal disebut takselaras. Sehingga, berpotensi menimbulkan tafsir beragam dan akan menyulitkan KPK dalam menangani perkara korupsi ke depannya.