close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Penyidik KPK memperlihatkan barang buktiu hasil tindak pidana korupsi. Antara Foto
icon caption
Penyidik KPK memperlihatkan barang buktiu hasil tindak pidana korupsi. Antara Foto
Nasional
Jumat, 06 September 2019 10:15

UU KPK direvisi, Pengamat: Koruptor akan pesta pora

Ada 9 poin yang berisiko melumpuhkan kinerja KPK dalam revisi UU KPK.
swipe

Pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kopong Medan, menilai munculnya revisi Undang-Undang KPK, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR tidak serius dalam memberantas korupsi yang merupakan tindak pidana kejahatan luar biasa.

Dalam draf revisi UU KPK, ada 9 poin yang berisiko melumpuhkan kinerja KPK. Itu di antaranya independensi KPK yang terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN juga dipangkas.

“Jelas hal itu mengamputasi sejumlah kewenangan penting KPK dalam membongkar kasus-kasus korupsi. Revisi UU KPK menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan DPR dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime),” kata Kopong di Kupang, NTT pada Jumat (6/9).

Mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan, apabila rencana revisi UU KPK disahkan, jelas akan membuat KPK tidak berdaya lagi dalam menghadapi gelombang korupsi yang terus menghantui bangsa Indonesia.

Serangan yang menimpa KPK tak hanya itu. Ada pula rencana DPR yang tengah menggodok RUU KUHP, di mana akan mencabut sifat khusus dari tindak pidana korupsi, sehingga keberadaan KPK juga ikut terancam.

Kopong mengungkapkan, undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden. RUU KPK yang lahir atas inisiatif DPR. tidak akan mungkin menjadi undang-undang jika presiden menolak dan tidak menyetujuinya. 

Namun jika tiba-tiba muncul, kata dia, sangat ironis. Pasalnya, pemangkasan kewenangan KPK itu justru dilakukan oleh pemerintah dan para legislator. Terlebih kondisi saat ini di saat masyarakat, bangsa dan negara sedang dihantui oleh praktik-praktik korupsi yang semakin menggurita. Menurut Kopong, semestinya pemerintah dan para legislator memperkuat KPK dengan cara-cara yang luar bisa.

“Sehingga KPK mampu menghadapi tindak kejahatan yang luar biasa ini. Jika kewenangan KPK berhasil diamputasi, maka saya yakin kita akan bergerak mundur jauh ke belakang, dan jaringan korupsi yang selama ini sudah mulai tiarap dan kelimpungan menghadapi jebakan-jebakan KPK akan kembali berpesta pora menikmati hasil korupsi," ujar Kopong. (Ant)

img
Tito Dirhantoro
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan