Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Otsus Papua), resmi disahkan dalam Rapat Paripurna di DPR, Kamis (15/7).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menilai, pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua selama 20 tahun masih perlu diperbaiki. Misalnya, terkait pemerataan pembangunan antarkabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Ia menganggap, pengesahan RUU Perubahan Kedua atas UU 21/2001 ini sebagai kebijakan strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di ‘Bumi Cendrawasih’.
Merujuk Surat Presiden (Surpres), pemerintah mengajukan perubahan pada tiga pasal. Yaitu, pasal 1 tentang ketentuan umum, Pasal 34 tentang keuangan, dan pasal 76 tentang pemekaran daerah. Namun, dalam perkembangannya, rapat panitia khusus telah menetapkan perubahaan atas 20 pasal.
“Sebanyak 3 pasal usulan sesuai Surpres. Sebanyak 17 pasal di luar usulan pemerintah sebagaimana Surpres. Perubahan pada pasal-pasal tersebut mencerminkan kebijakan afirmasi yang kuat terhadap orang asli Papua sebagai perwujudan komitmen seluruh elemen bangsa,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (15/7) malam.
Kebijakan afirmasi tersebut terdiri dari tiga kerangka utama. Pertama, politik afirmasi yang menambahkan penyebutan untuk DPRD kabupaten/kota dengan DPRK. Kemudian, menambahkan unsur DPRK dari OAP (orang asli Papua) melalui mekanisme pengangkatan dengan jumlah 1/4 dari jumlah anggota DPRK yang dipilih dalam pemilihan umum, dan sekurang-kurangnya 30% dari unsur perempuan OAP.
Kedua, afirmasi OAP di bidang ekonomi yang mana dana otonomi khusus ditingkatkan dari 2% menjadi 2,25% dengan perbaikan dalam hal tata kelola. Selain itu, telah ada kesepakatan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sebesar 70% untuk Provinsi Papua Barat diperpanjang dari 2026 menjadi 2041. Diharapkan, dukungan pendanaan dapat mempercepat pembangunan di wilayah Papua di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Ketiga, perbaikan tata kelola pemerintahan melalui peningkatan koordinasi dan pelaksanaan pengawasan oleh DPR, DPD, BPK, perguruan tinggi negeri, serta pembentukan badan khusus yang berada di bawah presiden.
Perbaikan tata kelola pemerintahan dalam Perubahan Kedua atas UU 21/2001 juga dalam bentuk adanya rencana induk (grand desain) arah pembangunan. Kemudian, pembagian dana otsus menjadi penggunaan bersifat umum (block grant), serta berbasis kinerja (specific grant) agar lebih fokus dalam mencapai target kinerja output dan outcome.
Selain itu, perbaikan mekanisme pembagian dan penyaluran dana otsus yang langsung ke kabupaten/kota guna percepatan pemanfaatan. Setelah RUU ini diundangkan, pemerintah akan sosialisasi dan menyusun peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).