Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retno Listyarti mengingatkan, pembelajaran tatap muka (PTM) harus merujuk pada kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah.
“PTM harus didasarkan kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP, bukan faktor guru sudah divaksin,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3).
Jika infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP AKB tidak optimal, maka sekolah bakal menjadi kluster baru penularan Covid-19. Bahkan, saat guru sudah divaksin Covid-19, kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP AKB masih perlu dilakukan. Sebab, peserta didik belum divaksin.
Hingga 2021, lebih dari 50% sekolah di seluruh Indonesia telah mengisi persiapan pembukaan sekolah di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dari total 50% tersebut, yang masuk kategori siap hanya 10% saja.
Di sisi lain, hasil pengawasan KPAI pada Juni-November 2020 terkait persiapan pembukaan sekolah menunjukkan banyak sekolah belum siap melengkapi infrastruktur dna protokol kesehatan/SOP AKB. Dari 49 sekolah pada 21 kabupaten/kota di 8 provinsi tersebut, hanya 16,3% yang siap. Sisanya, 83,7% belum siap.
Namun, sejumlah sekolah di daerah telah dibuka pada Januari 2021. Misalnya, sekitar 20% sekolah di Nangroe Aceh Darussalam. Juga 2.500 sekolah di Jawa Barat. Bahkan, hampir 5.000 sekolah di Jawa Timur sudah melakukan PTM, meski baru tahap simulasi.
Sebelumnya, KPAI menyinggung persoalan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang bukan melulu terkait keterbatasan alat dan akses internet. Polemik pengasuhan di masa pandemi Covid-19 juga menghambat PJJ, seperti terjadi pada anak yang terpaksa dipindahkan ke luar kota karena orang tuanya resmi bercerai.
“Selain permasalahan alat daring, ternyata anak-anak yang mengalami kesulitan belajar dari rumah juga dikarenakan permasalahan lain, seperti terjadi perceraian kedua orang tua di masa pandemi, sehingga anak mengalami masalah psikologi, adanya pengasuhan pengganti, seperti ikut nenek atau kerabat terdekat lainnya, anak yang dibawa salah satu orangtuanya padahal masih proses perceraian,” kata Retno Listyarti , Jumat (26/2).
"Bahkan ada anak yang terstigma karena pernah terinfeksi Covid-19 dari kluster keluarga,” ungkapnya.