Ketua Majelis Sidang di Pengadilan Tipikor Yanto memutuskan, terdakwa Setya Novanto (Setnov) diganjar hukuman 15 tahun kurungan dan denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan, Selasa (24/4) Jakarta. Selain itu, majelis hakim juga memberikan vonis berupa pidana pengganti kepada Setnov, dengan mengembalikan kerugian negara sebesar US$ 7,3 juta, dikurangi uang pengganti sejumlah Rp5 milliar.
Namun, apabila Setnov tidak bisa membayar uang pengganti, majelis hakim mempersilakan jaksa KPK untuk mengambil harta Setnov dan melelang hartanya. Lebih lanjut, bila tidak mampu membayar bagian ini, "Papah" akan dikenakan pidana penjara selama dua tahun.
Dalam putusan tersebut, Setnov dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah terlibat dalam proyek e-KTP.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Setya Novanto dengan pidana penjara selama 15 tahun," kata ketua majelis hakim.
Sejumlah US$ 7,3 juta pun berhasil ia curi dari korupsi megaproyek E-KTP. Perinciannya, ia menerima uang sebesar US$ 3,8 juta, melalui invoice yang diberikan mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo kepada Direktur Biomorf Mauritius Johanes Marliem. Kemudian, dia juga menerima uang sebesar US$ 3,5 juta dari Irvanto melalui sejumlah money changer.
Tidak hanya itu, hak politik Setnov juga ikut dicabut selama 5 lima tahun setelah bebas.
Dalam pertimbangannya, majelis sidang menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, Setnov karena yang bersangkutan dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi, pun perbuatanny dianggap sebagai kejahatan luar biasa.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah Setnov belum pernah dihukum dan bersikap sopan di persidangan.
Sebagai informasi, vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebelumnya yakni 16 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar. Tuntutan ini dibacakan oleh JPU KPK di sidang Pengadilan Tipikor pada 29 Maret 2018 silam.