Pengamat hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai putusan lepas terhadap dua pelaku unlawfull killing enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) tidak mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Bahkan putusan itu tidak masuk akal.
"Dalam konteks polisi yang menembak anggota FPI dan divonis lepas, ini putusan yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan perikemanusiaan," kata Fickar kepada Alinea.id, Sabtu (19/3).
Sementara, Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU) menjelaskan, putusan lepas (onslag) terhadap terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M Yusmin Ohorella menunjukkan kepada masyarakat bahwa hukum dan keadilan telah mati.
Ketua Umum KPAU, Ahmad Khozinudin menerangkan, kedua terdakwa seharusnya diadili pelanggaran HAM, bukan peradilan perkara biasa. Namun, saat diadili melalui persidangan biasa, menurutnya, hanya dilakukan secara dagelan dan menyesatkan
"Meskipun demikian, kami akan terus melakukan pengawalan dan menyampaikan tuntutan untuk dilakukan proses ulang kasus ini baik setelah rezim ini berganti atau kalaupun rezim pengganti juga tetap berbuat zalim kami akan tetap terus melakukan tuntutan hingga di pengadilan akhirat," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis lepas terhadap dua terdakwa kasus unlawful killing Laskar Front Pembela Islam (FPI), Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella. Dalam persidangan ini, kedua terdakwa, Fikri dan Yusmin, hadir secara virtual dari kediaman kuasa hukum Henry Yosodiningrat.
Majelis hakim, dalam putusannya menyatakan, keduanya terbukti bersalah karena melakukan tindak penganiayaan hingga meninggal dunia. Namun, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan dan pemaaf merujuk pledoi kuasa hukum.
"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, memulihkan hak-hak terdakwa. Menetapkan barang bukti seluruhnya dikembalikan ke penuntut umum," kata hakim ketua Muhammad Arif Nuryanta dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/3).