Vonis 15 tahun penjara untuk bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, dinilai belum mencerminkan rasa keadilan. Alasannya, tindak pidana yang dilakukan Apeng, sapaannya, tergolong kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
"Kejahatan luar biasa (extraordinary crime), antara lain, terorisme, narkoba, dan korupsi. Terkait korupsi Surya Darmadi, dasar putusan majelis hakim, menurut saya, cukup ringan melihat dampak yang ditimbulkan," ungkap pengamat hukum Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Adi Purnomo Santoso, S.H., M.H., kepada Alinea.id, Jumat (24/2).
Menurut Adi, pelaku tindak pidana kejahatan luar biasa mestinya mendapatkan hukuman maksimal. Sayangnya, belum demikian dalam penanganan kasus korupsi.
Hal tersebut, imbuhnya, berbeda dengan penanganan perkara terorisme dan narkotika. Karenanya, Adi menilai ini menjadi salah satu faktor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2022 melorot 14 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.
"Belum ada putusan hakim yang memvonis mati perpidana korupsi mengakibatkan indeks korupsi Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) lainnya, antara lain terorisme dan narkoba yang sudah ada vonis mati," paparnya.
Meskipun demikian, Adi menyerahkan kepada jaksa untuk mengajukan banding atau tidak atas vonis tersebut. "Hal itu sepenuhnya kewenangan JPU (jaksa penuntut umum) dengan mengkaji pertimbangan hakim yang memberatkan dan meringankan Surya Darmadi.".
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/2), memvonis Surya Darmadi 15 tahun penjara dan membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sebab, dinilai dengan sah dan meyakinkan melakukan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) izin hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Indragiri Hulu, Riau, pada 2004-2022.
Selain itu, Apeng, nama sapa bos PT Duta Palma Group ini, juga diperintahkan membayar uang pengganti kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Nilainya menembus Rp41 triliun.
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam memvonis Surya Darmadi. Hal-hal yang memberatkan adalah tak membantu program pemerintah memberantas korupsi dan Duta Palma belum menerapkan plasma sehingga memicu konflik dengan warga sekitar.
Adapun hal-hal yang meringankan hukuman Surya Darmadi adalah lansia; bersikap sopan selama persidangan; Duta Palma melakukan CSR; membangun perumahan untuk karyawan, sekolah, tempat ibadah, dan fasilitas kesehatan senilai Rp200 miliar serta biaya pendidikan Rp28 miliar; mempekerjakan 21.000 karyawan; dan 5 perusahaannya membayar pajak hingga Rp215 miliar.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan JPU, penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. JPU juga meminta Surya Darmadi membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sekitar Rp4,7 triliun dan US$7,8 juta serta merugikan perekonomian negara Rp73 triliun.
Tuntutan tersebut diajukan JPU lantaran mendakwa Surya Darmadi dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 3 ayat (1) huruf c UU TPPU, serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU TPPU.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengisyaratkan mengajukan banding atas vonis Surya Darmadi. Ini selaras dengan langkah hukum yang diambil kuasa hukum Surya Darmadi.
"Secara umum, terdakwa [mengajukan] banding, kita pasti [juga mengajukan] banding," ucap Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Hendro Dewanto, usai sidang putusan Surya Darmadi.