Komunikolog Emrus Sihombing meminta publik tidak berpikiran negatif jika narapidana kasus korupsi dipercaya atau ditugaskan atau terlibat dalam pendidikan dan penyuluhan antirasuah kepada masyarakat. Menurutnya ada hal positif dari pengalaman mereka.
"Pertama, agar orang yang kemungkinan memiliki kesempatan dan berniat korupsi, tidak melakukannya. Kedua, bisa membagi pengalaman ketika berinteraksi dengan oknum penegak hukum. Sebab, interaksi tersebut menarik untuk dibagikan. Misalnya cawe-cawe," kata Emrus kepada Alinea.id, Senin (23/8) malam.
Hal itu diungkap Emrus menanggapi pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut narapidana kasus korupsi sebagai penyintas. Menurut KPK, narapidana korupsi mendapatkan pelajaran berharga yang dapat disebarluaskan ke masyarakat usai menjalani proses hukum.
Ia mengapresiasi dan mendukung KPK merekrut narapidana korupsi untuk dijadikan penyuluh antirasuah. "Tentu, rekrut tersebut sudah melalui proses yang ketat," ujarnya.
Sebelumnya, melalui cuitan di akun Twitternya, pegawai nonaktif KPK mengkritik keras sebutan penyintas korupsi yang disematkan KPK kepada para narapidana kasus korupsi. Selain itu, Novel juga menyindir rencana KPK menjadikan eks narapidana kasus korupsi sebagai penyuluh antikorupsi.
"Perilaku pimpinan KPK aneh dan keterlaluan. Apakah tidak paham atau tidak peduli terhadap korupsi? Ketika menyebut koruptor sebagai penyintas (korban), lalu pelakunya siapa? Negara?," kata Novel di akun Twitter @nazaqistsha, Minggu (22/8).
"Pantas saja mau jadikan koruptor sebagai penyuluh antikorupsi. Pegawai yang kerja baik disingkirkan," sambungnya.
Sebutan narapidana kasus sebagai penyintas pertama kali diungkap Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana. Gagasan tersebut disampaikan Wawan dalam agenda penyuluhan antikorupsi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/3). Acara ini diikuti 25 narapidana kasus korupsi yang mendapat program asimilasi dan masa penahanannya hendak berakhir.
Menurut Wawan, narapidana korupsi mendapatkan pelajaran berharga yang dapat disebarluaskan ke masyarakat usai menjalani proses hukum. "Masyarakat apapun juga termasuk di lapas yang kebetulan punya pengalaman, penyintas korupsi, sehingga diharapkan dengan pengalaman yang mereka dapatkan bisa di-sharing calon-calon yang kita harapkan tidak jadi punya niat tapi setelah dengar testimoni dari para warga binaan atau apa pun harapannya pengalaman-pengalaman itu bisa diterima oleh masyarakat lain dan tidak jadi untuk melakukan korupsi," ungkap Wawan.
Wawan mengatakan, tujuan penyuluhan antikorupsi adalah membangun komunikasi agar narapidana tidak mengulangi perbuatan dan berperan aktif dalam pencegahan korupsi. Program itu pun, lanjut dia, dilakukan secara berkala melalui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM.
"Ini akan berlanjut bukan hanya di sini saja. April nanti akan ada di Lapas Tangerang dan sampai akhir tahun dicoba juga siapa yang ikut yang menentukan di Lapas. Tapi, yang diharapkan warga binaan yang asimilasi, yang sebentar lagi keluar," ucap Wawan.