Pagi buta 27 Maret 2009, wilayah Cirendeu, Ciputat Tangerang, Banten, tiba-tiba diterjang 'tsunami'. Tanggul Situ Gintung jebol.
Saat itu disebutkan volume air lebih dari 2,1 juta meter kubik, melampui kapasitas maksimal waduk peninggalan zaman Belanda (1932-1933) itu. Luapan air memicu tanggul retak dan akhirnya hancur.
Sebelumnya, hujan mengguyur seharian di sekitar Ciputat. Curahan air dari langit itu turun dari sekitar pukul 14.00 hingga 18.00. Media Indonesia menulis tanggul jebol sekitar pukul 04.30 keesokan harinya.
Pemukiman di bawah tanggul, Kampung Poncol dan Kampung Gintung porak-poranda. Perumahan Bukit Pratama dan Perumahan Cirendeu Permai banjir. 300 rumah hancur, korban tewas mencapai 100 orang.
Apa penyebabnya Situ Gintung jebol?
Warga sekitar mengisahkan bahwa tujuh bulan sebelum peristiwa, tanggul itu dikeruk. Proyek pengerukan berhenti sebulan sebelum Situ Gintung jebol.
Warga sempat protes karena merasa proyek itu belum tuntas. "Warga sempat protes karena baru dikeruk doang, belum dipasang turap dan konblok. Saya enggak tahu alasannya kenapa dihentikan," kata warga bernama Saderih waktu itu, seperti dikutip Kompas.com.
"Padahal, dua pintu air yang rusak juga belum dibetulkan. Tanggul pintu air utama yang juga retak-retak itulah yang sekarang akhirnya jebol," sambungnya.
Apa penyebab jebolnya tanggul Situ Gintung? Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat itu menjelaskan bahwa penyebabnya adalah cuaca ekstrem, hujan lebat.
“Tanggul itu memang terbuat dari tanah, tidak ada pengerasan batu. Lama-lama, tanggul itu erosi, sehingga ketika hujan bertambah deras, tanggul jebol,” ungkap Joko, dikutip Republika (31/3/2009).