Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan kasus yang menyeret komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan (WSE), berkaitan dengan penetapan caleg pengganti antar waktu atau PAW untuk Nazarudin Kiemas. Wahyu meminta Rp900 juta agar kader PDIP Harun Masiku, ditetapkan sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin.
Nazarudin adalah caleg PDIP yang merupakan adik ipar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang meninggal sebelum dilantik sebagai anggota DPR pada Maret 2019.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, kasus ini bermula saat seorang pengurus DPP PDIP memerintahkan advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan
dan Penghitungan Suara. Gugatan tersebut dikabulkan Mahkamah Agung, sehingga partai berwenang menentukan siapa yang menjadi PAW.
"Penetapan ini MA ini menjadi dasar bagi PDIP untuk mengirim surat pada KPU, untuk menetapkan HAR (Harun Masiku) sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut," kata Lili saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
Namun, KPU justru menetapkan caleg bernama Riezky Aprilia sebagai pengganti almarhum Nazarudin Kiemas. Meski demikian, pihak PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA, dan mengirimkan surat penetapan caleg pada 23 September 2019.
Menurut Lili, upaya lobi untuk menetapkan Harun sebagai PAW dilakukan seorang pihak swasta bernama Saeful. Ia menghubungi mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina (ATF) untuk memuluskan upaya tersebut.
Agustiani kemudian mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saeful kepada Wahyu. Komisioner KPU itu pun menyanggupi permintaan Saeful yang disampaikan oleh Agustiani.
"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR-RI pengganti antar waktu, WSE meminta dana operasional Rp900 juta," kata Lili.
Menurutnya, permintaan dipenuhi dengan pemberian pada pertengahan dan akhir Desember 2019. Pada pemberian pertengahan Desember, Wahyu menerima Rp400 juta dari sumber yang belum diketahui KPK. Kemudian dia menerima Rp200 juta dari Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Pada akhir Desember 2019, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful, melalui seorang stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta dari total uang yang diberikan Harun kepada Doni. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.
"Dari Rp450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ucap Lili menerangkan.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.
Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura.
KPK telah menetapkan Wahyu, Agustiani, Harun, dan Saeful sebagai tersangka. Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.