Bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang Rp500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
"Padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Takdir Suhan, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (28/5).
Dirinya melanjutkan, uang diberikan Thamrin kepada Wahyu untuk memuluskan langkahnya saat mengikuti proses seleksi calon anggota KPU Papua Barat 2020-2025. Proses penerimaan fulus bermula saat panitia seleksi (pansel) dibentuk dan dilantik KPU, akhir November 2019.
Setelah pelatikan, Thamrin bertemu Wahyu di ruangannya. Saat itu, Wahyu mengatakan, "Bagaimana kesiapan Pak Gubernur? Ah, cari-cari uang dulu."
Atas dasar pernyataan tersebut, Thamrin menganggap, Wahyu dapat membantu proses seleksi anggota KPU Papua Barat lantaran mengklaim masyarakat "Bumi Cendrawasih" ingin ada perwakilan putra daerah asli menjadi pimpinan lembaga pemilihan umum itu.
Setelah kembali ke Papua Barat, Thamrin melaporkan ke Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan. Menanggapi laporan tersebut, Dominggus mengatakan, "Nanti kita lihat perkembangan."
Pada 20 Desember 2019, Thamrin menghubungi Wahyu. Dia lalu menyampaikan arahan Dominggus, peserta tersisa, Amus Atkana dan Onesimus Kambu sebagai putra daerah Papua, dibantu dalam proses seleksi.
Thamrin kemudian memberikan informasi akan menyerahkan uang Rp500 juta dari Dominggus untuk diberikan, 3 Januari 2020. Namun, Wahyu meminta pertolongan kepada istri sepupunya agar menyimpan uang tersebut. Alasan yang dipakai, urusan bisnis kepada istri sepupunya sendiri.
Sementara itu, Thamrin baru mentransferkan Rp500 juta ke rekening istri sepupu Wahyu pada 7 Januari 2020.
Atas perbuatannya, Wahyu dinilai melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Wahyu sebelumnya juga didakwa menerima uang S$19.000 dan S$38,350 atau setara Rp600 juta dari bekas calon legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Harun Masiku, melalui eks Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.
Uang diterima Wahyu untuk memuluskan langkah Harun menggantikan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 via pergantian antarwaktu (PAW).