Eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dituntut hukuman pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tuntutan dilayangkan lantaran Wahyu dinilai bersalah bersama eks tiga mantan calon legislator PDIP, Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Harun Masiku dalam kasus dugaan suap pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme PAW (Pergantian Antar Waktu).
"Menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Takdir Suhan, saat membacakan surat tuntutan, di Pengadilan Jakarta Pusat, Senin (3/8).
Selain itu, Wahyu juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dari jabatan publik selama empat tahun. Pidana itu terhitung pascaWahyu menjalani hukuman pokoknya.
Dalam sidang itu, JPU KPK juga menuntut kepada Agustiani Tio Fridelina dengan pidana penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan.
"Menetapkan agar masa tahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan," terang Takdir.
Wahyu dinilai telah menerima uang sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38,350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta dari eks Caleg PDIP Harun Masiku melalui eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina.
Uang itu diduga diterima Wahyu untuk memuluskan langkah Kader PDI-P Harun Masiku, guna melengserkan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 melalui mekanisme PAW.
Atas perbuatannya, Wahyu diduga melanggar Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Wahyu juga didakwa telah menerima hadiah atau janji berupa uang senilai Rp500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
Uang itu diberikan Thamrin kepada Wahyu untuk memuluskan langkahnya dalam mengikuti rangkaian tahapan proses seleksi Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.
Wahyu dinilai melanggar Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.