close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seorang siswa SD mengerjakan ulangan praktek mata pelajaran IPA tentang Identifikasi Sifat Campuran melalui media daring di rumahnya, Desa Laladon, Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020).Foto Antara/Arif Firmansyah/wsj.
icon caption
Seorang siswa SD mengerjakan ulangan praktek mata pelajaran IPA tentang Identifikasi Sifat Campuran melalui media daring di rumahnya, Desa Laladon, Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020).Foto Antara/Arif Firmansyah/wsj.
Nasional
Senin, 06 Juli 2020 08:00

Wakil Ketua DPRD DKI kritik wacana Nadiem permanenkan pembelajaran jarak jauh

Rencana mempermanenkan belajar jarak jauh membuktikan Menteri Nadiem Makarim tidak mengetahui karakter dan kondisi anak didik di Indonesia.
swipe

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mengkritik wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang akan mempermanenkan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) usai wabah Covid-19.

Menurut Zita Anjani, hal itu membuktikan Menteri Nadiem tidak mengetahui karakter dan kondisi anak didik di Indonesia yang justru masih membutuhkan pembelajaran tatap muka.

"Saya pikir Mas Nadiem ini orang yang tidak paham keadaan bangsa dan bagaimana karakter anak-anak kita. Harusnya melek dulu sebelum memunculkan niat permanenkan PJJ," kata Zita di Jakarta, Senin (6/7).

Zita menjelaskan belum semua masyarakat, terutama anak didik, di Indonesia yang melek teknologi. Terlebih akses internet dan teknologi pun belum merata atau masih terbatas, terutama di daerah-daerah pelosok dan pedalaman.

Faktanya di Indonesia masih terdapat 62 daerah tertinggal. Tak hanya itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan penduduk Indonesia yang melek teknologi hanya sekitar 64,8%. Itu artinya masih ada 92,99 juta penduduk Indonesia yang gagap teknologi.

"Dengan keadaan seperti ini, harusnya Mas Menteri paham kondisi. Mustahil PJJ dipermanenkan, masih banyak PR yang harus diselesaikan terlebih dahulu," ujarnya.

Kendati begitu, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengapresiasi langkah atau pola pikir Mendikbud tersebut yang sudah jauh berpikir ke depan. Namun Zita menyarankan langkah itu harus realistis dengan melihat kondisi saat ini.

"Saya acungi jempol karena Mas Menteri sudah berpikir 1.000 langkah lebih maju ke depan. Tetapi harus realistis juga. Lihat saja sistem belajar yang sudah diterapkan tiga bulan ini, evaluasinya banyak sekali," katanya.

Dia bahkan mencontohkan beberapa negara maju seperti Amerika dan Singapura, dengan kualitas pengajar dan infrastruktur pendidikan yang sudah memadai saja masih menerapkan pembelajaran tatap muka.

"Bukan masalah mampunya, tetapi efisiensinya. Siswa di Amerika sendiri yang meminta itu. Di kita pun sama, anak-anak sudah tidak lagi fokus dan tempramental selama di rumah. Karena dunianya dicabut. Akibatnya bermain, belajar, dan mengenali peran sudah tidak lagi di rasakan," kata dia.

Dia mengaku sudah mengirimkan surat terbuka untuk merespons kebijakan Mendikbud tersebut. Zita pun melampirkan beberapa solusi metode pembelajaran yang mungkin dapat dilakukan oleh Menteri Nadiem terutama di tengah pandemi Covid-19.

Metode pembelajaran tersebut di antaranya, online guided distance learning, support guided home learning, support guided community learning, dan new normal school.

"Setiap metode harus memerhatikan akses gadget, akses internet, pengawasan orang dewasa, inovasi kurikulum, bahan pembelajaran, fasilitas dan guru pengajar. Itu semua adalah kelebihan dan kekurangan dari tiap daerah. Metodenya menyesuaikan," lanjutnya.

Ambil contoh metode online guided distance learning. Seminimal mungkin ada akses gadget, akses internet, inovasi kurikulum, dan yang terpenting pengawasan orang tua agar anak tidak salah menggunakan gadget yang ada. Untuk yang tidak punya gadget dan internet, maka bisa menggunakan metode lain.

img
Ardiansyah Fadli
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan