Waktu ideal di tengah kontroversi jam masuk sekolah
Menjelang pukul 06.30 WIB murid-murid SMAN 15 di Jalan Raya Korelet, Kabupaten Tangerang, Banten mulai berdatangan ke dekat lokasi sekolah mereka. Ada yang berjalan kaki, diantar orang tuanya menggunakan sepeda motor, ada pula yang naik ojek.
Inal baru saja mengantar putrinya yang bersekolah di sana. Ia mengatakan, jadwal masuk sekolah anaknya itu pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 14.00 WIB.
“Sesuai aturan pemerintah. Kan (sekolah) negeri,” ujarnya saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Rabu (8/3).
Ia menuturkan, jam masuk sekolah idealnya memang pukul 07.00. Sebab, waktunya tak bersamaan dengan orang-orang yang berangkat kerja.
“Kalau masuk jam 08.00, nanti barengan sama karyawan, kena macet,” ucap dia.
Tanpa kajian?
Ihwal jam masuk sekolah sempat menjadi kontroversi saat Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) menerapkan aktivitas belajar mengajar SMA dan SMK di Kupang dimulai pukul 05.00 WITA. Kebijakan itu diungkapkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada Kamis (23/2) dalam pertemuan dengan guru serta kepala SMA dan SMK di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) NTT.
Belakangan, uji coba belajar mulai pukul 05.00 WITA itu digeser 30 menit lebih telat, jadi 05.30 WITA. Mulanya, kebijakan tersebut hanya berlaku di dua sekolah, yakni SMAN 1 Kupang dan SMAN 6 Kupang. Namun, ditambah lagi delapan SMA dan SMK.
Alasan penerapan masuk sekolah lebih pagi ini, menurut Viktor, untuk menumbuhkan etos kerja siswa. Ia mengatakan, siswa SMA dan SMK cukup tidur enam jam. Selain itu, Viktor menyampaikan kebijakan tersebut bertujuan membangun mutu pendidikan di NTT.
Alinea.id sudah berupaya menghubungi Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Chatarian Muliana Girsang dan Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto untuk menanyakan kebijakan masuk sekolah 05.30 WITA di NTT. Namun, tak ada respons.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, sebelum diterapkan kebijakan jam masuk sekolah, sebaiknya dinas pendidikan setempat mendengar pendapat pakar, guru, orang tua, dan murid. Selain itu, dinas pendidikan juga perlu melakukan kajian ilmiah terlebih dahulu.
Hetifah menjelaskan, sebelum menerapkan kebijakan jam masuk sekolah, sebaiknya perlu mempertimbangkan kondisi geografis dan sosial di setiap daerah. Lalu, ketersediaan infrastruktur, seperti transportasi umum. Apalagi manfaat masuk sekolah pagi buta masih dipertanyakan.
“Belum ada contoh dan penelitian start jam 05.00 atau 05.30 banyak bagusnya atau sebaliknya, maka kalau mau, trial dulu,” kata dia saat dihubungi, Selasa (7/3).
“Bisa praktik (dahulu) untuk gubernur dan pegawai kantor pemprov. Sambil diminta ahli kesehatan dan psikologi melakukan penelitian praktik ini.”
Terkait kebijakan jam masuk sekolah di NTT, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sempat mengumpulkan pendapat sejumlah guru dan orang tua. Hasilnya, terutama orang tua, banyak yang tak setuju. Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengemukakan, responsnya beragam.
“Mulai dari faktor keamanan anak saat menuju sekolah, transportasi yang sulit pada pagi hari, dan kesiapan orang tua di rumah, seperti menyediakan sarapan dan berbagai pertimbangan kesehatan anak,” kata Retno, Senin (6/3).
Informasi yang diperoleh FSGI, kebijkan itu juga belum dibicarakan dan disosialisasikan kepada para guru, hanya kepala sekolah. Aspirasi pendidik, orang tua, dan murid pun tak ditampung.
“Sebenarnya banyak pendidik menolak kebijakan ini. Artinya, kebijakan ini dibuat tanpa kajian,” ujar Retno yang juga mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu.
Dihubungi terpisah, psikolog anak dan keluarga sekaligus Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, Sani Budiantini Hermawan mengatakan, biasanya jam masuk sekolah mempertimbangkan waktu matahari terbit.
“Mungkin saja di NTT jam 06.00 atau 05.30 sudah siang (matahari telah terbit). Tapi tetap saja harus ada risetnya, apakah betul seperti itu? Karena mungkin saja lebih pagi anak itu sekolah, berarti lebih cepat juga dia pulang, walaupun durasinya sama saja,” ucap Sani, Senin (6/3).
Sani menerangkan, dahulu jam masuk sekolah di Indonesia rata-rata pukul 07.00 dan pulang jam 12.00. Akan tetapi, jadwal tersebut membuat anak punya waktu luang lebih, serta tak menggunakannya dengan kegiatan yang terstruktur dan edukatif.
“Takutnya anak jadi pada nongkrong atau melakukan hal-hal yang tidak baik. Makanya, saat ini pemerintah mencanangkan sekolah itu lebih panjang,” kata dia.
Diharapkan, dengan durasi di sekolah lebih lama—sekarang rata-rata hingga pukul 14.00—anak bisa lebih banyak kegiatan. Kemudian, ketika pulang ke rumah, tinggal istirahat yang cukup untuk aktivitas esoknya.
Hanya saja, Sani mengatakan, jika anak terlalu lama di sekolah, maka implikasinya bisa kekurangan waktu bermain. Hal itu kurang baik untuk perkembangan anak. Oleh karena itu, ia berharap sekolah dapat menambah fasilitas.
“Mengingat sekolah itu bukan hanya belajar, tapi ada ekstrakulikuler. Sehingga anak diharapkan terbangun dari sisi kinestetik, sosialisasi, (dan) sport-nya,” tutur Sani.
Sani berpendapat, melihat kebijakan masuk sekolah di NTT, bukan masalah pada durasinya. Namun, kualitasnya.
“Apakah belajarnya nyaman, tidak tertindas atau tertekan. Karena walaupun pendek jam (belajar), tapi kalau (ada) tekanan, anak stres juga,” ujarnya.
Pengaruh buruk
Hetifah mengatakan, ada yang harus dipikirkan jika sekolah dimulai sangat pagi. “Bagi yang rumahnya jauh dari sekolah, terpaksa harus berangkat dini hari dalam kondisi yang belum tentu aman untuk anak maupun orang dewasa,” ucap Hetifah.
Di samping itu, dampak jam masuk sekolah terlalu pagi, kata Hatifah, membuat irama kehidupan semua keluarga terpengaruh. Di Indonesia, jelas Hetifah, kebijakan jam masuk sekolah memang berbeda-beda di setiap daerah. Ia mencontohkan, di Kalimantan Timur belajar mengajar dimulai pukul 07.15. Menurutnya, yang ideal aktivitas di sekolah dimulai antara 06.30 hingga 08.30.
“(Karena) sudah terang, anak sudah bisa sarapan, orang tua juga sempat berinteraksi dengan anak-anaknya. Anak juga sempat merasakan hangatnya matahari pagi yang sehat,” tuturnya.
Sementara itu, jam sekolah yang terlalu pagi, dikhawatirkan Retno memberikan dampak buruk. Misalnya anak-anak kurang tidur. Dalam jangka panjang, kesehatan fisik dan perkembangan otak anak bisa terpengaruh, sehingga prestasi belajar jadi taruhan.
Anak yang kurang tidur, ungkapnya, keadaan emosionalnya cenderung tak stabil, mudah marah, dan sulit konsentrasi. “Kemampuan belajarnya bertahun-tahun ke depan juga bisa ikut terpengaruh,” kata Retno.
“Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan tidur yang tidak tercukupi, bisa menyebabkan anak terlihat lelah, tubuh terasa lemas, menguap sepanjang hari, dan sulit konsentrasi, serta kejang saat tidur.”
Pemerhati pendidikan dan pengajar di Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema A mengatakan, dari hasil riset bidang neurosains dan kronobiologi menunjukkan, deoxyribose nucleic acid (DNA) atau asam nukleotida sudah ada dinamika yang mengatur manusia bekerja. Dinamika ini tak ubahnya siklus dari bangun tidur, beraktivitas, hingga istirahat kembali.
Karenanya, dalam proses belajar pun sudah ada jam idealnya. Menurut Doni, jam belajar yang baik antara pukul 10.00 hingga 14.00 dan antara pukul 16.00 hingga 22.00.
“Yang siang itu lebih baik untuk melakukan kegiatan belajar yang sifatnya abstrak, logis, dan problematik,” ujar Doni, Senin (6/3).
“Sedangkan sore itu yang lebih rileks. Orang mulai belajar tentang bahasa, sosiologi, memahami pembelajaran bersama.”
Lebih lanjut, Doni mengatakan, jam yang paling tak efektif untuk belajar antara pukul 04.00 hingga 07.00. Alasannya, rentang waktu tersebut masih termasuk jam istirahat dan metabolisme tubuh sedang mengeluarkan racun.
“Maka sebenarnya yang akan menjadi masalah adalah kondisi fisik anak yang kemudian menjadi tidak sehat,” katanya.
Meski begitu, Doni menjelaskan, hal itu tak menjadi soal bila siswa diminta masuk pagi untuk olahraga terlebih dahulu, tak langsung belajar. Selain siswa, guru juga bisa terdampak pada kesehatannya dari jam masuk sekolah terlalu pagi. Sebab, metabolisme tubuh berlaku umum.
Walau sudah banyak riset tentang jam ideal masuk sekolah, tetapi Indonesia belum mengadopsinya. Menurut Doni, itu terjadi karena kurikulum terlalu padat, sehingga kegiatan belajar mengajar dimulai sejak pagi.
“Menurut saya, jam 07.00 meskipun itu tidak ideal, tetapi paling tidak masih bisa menjadi patokan,” ujarnya.
“Tetapi, jam 07.00 itu masih terlalu pagi karena proses otak mulai bekerja itu biasanya jam 08.00.”