Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono, menyebut, resistensi antibiotik akibat mikroba (antimicrobial resistance/AMR) merupakan silent pandemic. Pangkalnya, angka kematian yang ditimbulkan tergolong cukup tinggi.
"[Sekitar] 1,2 juta kematian itu terjadi karena antibiotik yang tidak mempan lagi terhadap infeksi tertentu,'' ujarnya usai penutupan pertemuan side event AMR di Bali, Rabu (24/8).
Resistensi antibiotik akibat mikroba terjadi karena protokol pengobatan yang sembarangan. Akibatnya, infeksi pada pasien kian parah sehingga angka kematian tinggi.
Resistensi antibiotik akibat mikroba bisa berasal dari hewan dan tumbuhan. Dante menyoroti pendekatan one health dalam merespons masalah ini.
"Ternyata banyak sekali penggunaan antibiotik pada hewan dan tumbuhan yang tidak rasional yang menyebabkan resistensi pada manusia," katanya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) lantas menginisiasi pembahasan aturan penggunaan antibiotik dalam side event AMR mengingat Indonesia menjadi salah satu negara tropis dengan kasus tertinggi. Dia menerangkan, pembahasan diperlukan guna mengatur penggunaan antibiotik yang lebih rasional guna menekan angka kematian.
Menurut Dante, pandemi Covid-19 mengajarkan atas pentingnya kesiapsiagaan. Hal tersebut dinilai juga berlaku untuk resistensi antimikroba sehingga harus bersiap secara kolektif guna mencegah bencana akibat AMR.
"Tidak ada satu industri pun yang dapat menghadapi ancaman ini sendirian. AMR membutuhkan banyak partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan," ucapnya.
Kemenkes, terang Dante, siap bekerja sama dengan instansi lainnya dalam melakukan transformasi sistem kesehatan. Salah satu tawaran yang diberikan adalah pembentukan inisiatif sains berbasis genom biomedis pada pengobatan yang bersifat presisi.
Selain itu, Kemenkes mengupayakan mempercepat langkah-langkah penanggulangan AMR. Dante mendorong negara-negara anggota G20 turut berperan lantaran disebut memiliki peran strategis dalam mencegah dan mengendalikan AMR.