Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan misi dan visi dari KUHP. Setidaknya ada lima misi dan visi pemerintah dan DPR dalam UU KUHP yang belum lama ini disahkan pada sidang paripurna DPR.
Apa saja? Berikut penjelasan Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Pertama, konsolidasi. Dalam pengertian kUHP ini mencoba menghimpun kembali berbagai ketentuan hukum pidana yang berada di luar KUHP untuk kemudian dimasukan ke dalam KUHP.
"Oleh karena itu, politik hukum pidana yang dipakai pemerintah dan DPR tidak pernah menyebut sebagai kodifikasi tetapi rekodifikasi," jelas dia dalam webinar yang diadakan oleh LP3ES, Minggu (11/12).
Kedua, modernisasi. KHUP yang lama sudah berusia 220 tahun dan memiliki pradigma sebagai hukum pembalasan. Sementara dalam KUHP baru ini, merujuk pada keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif.
Ketiga adalah harmonisasi. Di mana mencoba melihat berbagai ketentuan pidana di luar KUHP. Lalu kemudian di sinkronisasikan dan harmonisasikan dengan model pemidanaan yang ada di dalam KUHP. Itu kenapa kemudian KUHP ini mencabut pasal 27 dan 28 UU ITE yang selama ini menjadi momok. Karena dianggap sangat mudah untuk menangkap dan menahan seseorang. Ancaman pidana pada UU ITE ini enam tahun.
"Kami memasukan berbagai ketentuan khususnya penghinaan dan pencemaran nama baik di KUHP tetapi ancamannya dikurangi. Tujuannya agar polisi tidak bisa lagi menangkap dan menahan. Karena syarat penahanan itu di atas lima tahun," terang dia.
Misi keempat adalah dekolonisasi. Dengan menghilangkan nuansa kolonial. Terutama pada buku satu dan buku dua. Di mana pada buku satu terjadi perubahan fundamental hingga 80%. Sedangkan buku dua tidak banyak mengalami perubahan, sekaligus menandakan hukum pidana berlaku secara universal.
Sedangkan misi terakhir adalah berorientasi pada Pancasila, UUD 1945 dan latar belakang kehidupan sosial masyarakat Indonesia.