Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengaku, tidak begitu risau dengan anggapan pihak asing mengenai UU KUHP yang juga mengatur tentang perzinahan.
"Tidak bisa dibanding-bandingkan. Saya katakan kepada perwakilan di Amerika, 'kenapa Anda tidak memprotes hukum pidana Rusia yang dengan tegas melarang LGBT. Kenapa Anda tidak protes dengan hukum pidana Irlandia Utara yang dengan tegas tidak melarang LGBT. Kenapa Anda tidak mempertanyakan KUHP di negara Eropa Utara yang memperbolehkan aborsi', kata dia dalam webinar online yang diadakan LP3ES, Minggu (11/12).
Dia menjelaskan sebenarnya hukum pidana itu berlaku secara universal. Tetapi ada tiga hal yang tidak, yaitu, delik politik, delik kesusilaan, dan penghinaan. Sehingga, ketiga bicara pada tiga hal tersebut tidak bisa dibanding-bandingkan pelaksanaan antara satu negara dengan negara lain.
"Kami sudah jelaskan kepada utusan PBB di Jakarta. silakan Anda mengomentari pasal lain. Tetapi kalau Anda berbicara tentang delik politik, delik kesusilaan dan penghinaan, Anda tidak bisa membanding-bandingkan," kata dia.
Dia menjelaskan, ada perbedaan pada pengaturan hukum pidana antara satu negara dengan negara lain. Perbedaaan itu karena tidak terlepas dari situasi sosial, kondisi politik dan lain sebagainya, pada setiap negara.
Menanggapi itu, sosilog Julia Suryakusuma mengatakan, banyak pasal yang seharusnya tidak ada di UU KUHP baru. Misalnya tentang seks di luar nikah dan kritik kepada presiden.
"KUHP ini menimbulkan kesan kalau kita dijajah oleh bangsa sendiri," kata dia.
Dia menilai, hal itu ada kaitannya dengan politisasi moralitas. Seperti yang terjadi pada UU Antipornografi yang akhirnya diloloskan pada beberapa tahun lalu dan dalam pelaksanaannya tidak begitu ketat juga.
Sementaran anggota DPR Taufik Basari menjelaskan, ada beberapa pihak yang masih merujuk pada draf lama. Termasuk laporan dari PBB yang dirilis pada 25 November 2022, yang masih merujuk pada draf 9 November 2022.
"Bagaimanapun proses pembentukan UU itu adalah proses politik juga. Makanya, kalau ada perbedaan pandangan maka tidak bisa terpaku pada hal itu tanpa berusaha mencari jalan tengahnya. Kami sekarang mencoba melakukan sosialisasi kepada penegak hukum karena ini penting," ucap dia.