Warga abai dan pemerintah lalai di tengah ancaman Covid-19 varian Omicron
Sepuluh anak muda masih asyik berkumpul dan ngobrol di warung kopi (warkop) milik Ferdi Afrian di bilangan Pamulang, Tangerang Selatan, walau waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Kepatuhan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak, diabaikan mereka. Masker yang disediakan dan fasilitas cuci tangan mirip pajangan yang tak diperhatikan.
Di benak Ferdi, perasaan waswas tertular Covid-19 menghantuinya. Apalagi saat ini tengah terjadi lonjakan kasus Covid-19, terutama ancaman penularan varian Omicron.
“Saya kadang takut sih, apalagi di sini ada anak dan istri,” katanya saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (7/2).
“Tapi mau gimana lagi, namanya juga usaha gini kan pasti berkerumun.”
Sejak dirintis pada pertengahan bulan lalu, Ferdi membuka warkopnya mulai pukul 09.00 WIB hingga larut malam. Bahkan, tak jarang dini hari usahanya baru tutup.
Ancaman saat warga abai
Warkop milik Ferdi jelas melanggar aturan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 6 Tahun 2022 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Dalam diktum keempat huruf e beleid itu disebutkan, pelaku UMKM diizinkan membuka kegiatan usaha hingga pukul 21.00 WIB.
Lalu dalam diktum keempat huruf f angka 1 mengatur waktu bagi pelanggan untuk makan dan minum di tempat maksimal 60 menit. Tangerang Selatan pun, yang masuk dalam wilayah algomerasi Jabodetabek naik dalam PPKM level 3.
“Menurut saya agak berat (patuh sama aturan). Enggak bakal nutup juga untuk sewa (tempat) dan modal belanja (kalau tutup jam 21.00 WIB),” tutur Ferdi.
Ferdi mengatakan, pelanggannya yang mayoritas anak muda justru datang di atas pukul 21.00 WIB. Ia berkesimpulan, usahanya tak melanggar aturan lantaran tak pernah ada tindakan dari petugas Satpol PP.
Di sisi lain, seorang warga Tangerang Selatan, Yana Firdaus ketakutan tertular virus karena belum mendapat vaksinasi dosis ketiga alias booster. Pemuda berusia 26 tahun itu mengaku kewalahan mencari sentra pelayanan vaksinasi di dekat rumahnya.
“Dua puskesmas yang saya datangi enggak ada (vaksinasi dosis ketiga),” kata Yana saat ditemui di Puskesmas Pisangan, Tangerang Selatan, Senin (7/2).
Ia menuturkan, puskesmas pertama yang ia datangi hanya melayani pasien Covid-19. Sedangkan puskesmas kedua, hanya melayani vaksinasi untuk lansia.
“Khawatir, apalagi Omicron lagi naik-naiknya. Tetapi mau gimana lagi,” ucapnya.
Situasi abai protokol kesehatan dan sulitnya mencari pelayanan vaksin dosis ketiga, tentu riskan dalam kasus Covid-19 yang tengah tinggi. Pada 8 Februari 2022, ada penambahan 37.492 kasus positif Covid-19 di Indonesia, dengan total kasus aktif 233.062.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya di kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (7/2) menyampaikan, ada tiga provinsi yang mencatat jumlah kasus melampaui gelombang varian Delta tahun lalu.
Pertama, DKI Jakarta yang pada Minggu (6/2) mencapai 15.800 kasus, dibandingkan puncak kasus Delta sebanyak 14.600. Banten, dengan kasus mencapai 4.800, dibandingkan puncak Delta sebanyak 3.900 kasus. Dan, Bali menyentuh 2.000 kasus, dibandingkan puncak gelombang Delta 1.900 kasus.
GISAID—sebuah lembaga berbagi data virus influenza yang berbasis di Munchen, Jerman—mencatat, hingga Rabu (9/2) ada 143 negara yang terkonfirmasi varian Omicron, dengan total kasus 1.086.375.
Per Rabu (9/2), GISAID melaporkan, kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia mencapai 4.328 kasus. Pertumbuhannya dalam empat minggu terakhir sebesar 94,7%. Kasus Omicron terbanyak ada di DKI Jakarta, dengan 2.787 kasus.
“Jumlah kasus harian pertama di awal gelombang Omicron sebanyak 404 kasus atau 10 kali lipat lebih kecil dari kasus harian pertama di awal gelombang Delta, yakni 4.184 kasus,” ujar analis data dari lembaga LaporCovid-19, Said Fariz Hibban, dalam keterangan pers yang diterima Alinea.id, Senin (7/2).
“Namun, dalam 30 hari jumlah kasus baru varian Omicron menjadi tiga kali lipat lebih besar dari varian Delta.”
Dari hasil analisis itu, Said menyimpulkan laju penularan varian Omicron terpantau 33 kali jauh lebih cepat ketimbang Delta. Selain cepat menular, varian Omicron tak bisa dianggap remeh karena termasuk jenis virus yang mematikan.
Hasil riset LaporCovid-19 menunjukkan, sejak 5 Januari hingga 3 Februari 2022, kematian karena Omicron di Indonesia mencapai 306 jiwa. Melihat situasi ini, Said menyarankan seluruh pihak dapat lebih siaga dengan cara mematuhi protokol kesehatan, mempercepat pelaksanaan vaksinasi, dan mengetatkan mobilisasi.
“Hal ini perlu dilakukan agar mampu mengurangi potensi bahaya yang mengancam keselamatan masyarakat,” tuturnya.
Apalagi Menkes Budi sudah menyampaikan puncak gelombang Omicron di Indonesia diperkirakan pada akhir Februari 2022 akan dua hingga tiga kali lipat lebih besar daripada puncak gelombang Delta.
Patuh protokol dan vaksin booster
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dalam situasi lonjakan kasus Covid-19 pemerintah terus melakukan edukasi pada warga untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan.
“Protokol kesehatan enggak boleh lengah dan tetap disiplin, tracing dan testing masif, hingga kecepatan vaksinasi,” ucap Nadia saat dihubungi, Senin (7/2).
Disinggung stok untuk vaksin dosis ketiga, Nadia mengklaim ketersediannya aman. Pemerintah, kata dia, sudah mengamankan 260 juta dosis vaksin. Akan tetapi, cakupan vaksinasi dosis ketiga masih terbilang rendah.
Data dari situs Kemenkes menunjukkan, per Rabu (9/2) vaksinasi dosis ketiga baru mencapai 6.034.892 dosis (2,90%) dari total sasaran vaksinasi sebanyak 208.265.720 orang. Berkaca pada kondisi itu, Nadia meminta warga berinisiatif untuk segera melakukan vaksinasi.
“Kita tahu, Omicron ini yang sangat memengaruhi angka kematian dan gejala berat itu berkurang dibandingkan saat Delta,” katanya.
“Itu karena proteksi vaksinasi. Jadi, kita imbau masyarakat segera lakukan booster.”
Dihubungi terpisah, tim advokasi dari LaporCovid-19 Yemiko Happy menduga, pemerintah sudah lalai mengambil kebijakan penanganan pandemi. Penilaian itu disimpulkan dari tak adanya tindakan preventif yang dilakukan, meski pemerintah sudah memprediksi gelombang ketiga Covid-19 terjadi akhir Februari 2022.
Untuk diketahui, Menkes Budi sudah menyampaikan prediksi puncak gelombang Omicron di Indonesia saat rapat terbatas evaluasi PPKM secara virtual pada Senin (31/1).
Sementara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi sekaligus koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan baru mengumumkan kenaikan PPKM level 3 wilayah Jabodetabek, Yogyakarta, Bali, dan Bandung Raya pada Senin (7/2), dalam keterangan yang disampaikan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.
“Kenapa terlambat ambil kebijakan? Apakah ini semacam pembiaran? Beberapa kali kasus Covid-19 meninggi itu karena pembiaran,” ujar Yemiko, Selasa (8/2).
Terlepas dari itu, Yemiko meminta pemerintah proaktif dalam melihat kondisi penerapan aturan pandemi di masyarakat. “Kalau kasus sudah meningkat seperti ini, masyarakat yang kemudian terdampak dan alami konsekuensinya,” ucapnya.
Baginya, sikap pembiaran pemerintah berpotensi membuat warga semakin skeptis. Contoh kecilnya terlihat dari kepatuhan terhadap protokol kesehatan, seperti di dunia pendidikan. Setidaknya, ujar Yemiko, sudah ada 54 laporan warga soal pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di lingkungan sekolah.
Jenis aduan yang masuk, misalnya ada lembaga pendidikan yang melakukan program pembelajaran di alam terbuka atau outbond hingga tetap menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM) saat ada siswa yang sakit.
“Kami mengajak pemerintah untuk belajar dari pengalaman,” kata dia.
“Kita sesalkan, pemerintah telat membaca situasi, tidak pernah bersikap secara efektif dan cepat atas situasi itu.”
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengingatkan, varian Omicron merupakan bentuk ujian pemerintah dan warga agar tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan. Hal itu, menurut Dicky, adalah wujud pencegahan dan mitigasi terhadap transmisi virus.
“Kalau kita konsisten strateginya, ya dampak kerugiannya akan mininal,” ujarnya, Senin (7/2).
“Kalau mitigasi dan kedisiplinannya lemah, memang pandemi akan berakhir, tetapi akan banyak korbannya, baik orang yang sakit atau mati, maupun korban dalam jangka panjang seperti long Covid-19.”
Lebih lanjut, ia menyarankan pemerintah fokus memberikan pencegahan berupa vaksin untuk kelompok rentan, seperti lansia. Apalagi Omicron dianggap lebih menular dibandingkan varian Covid-19 lainnya.
“Kelompok rawan ini harus diproteksi dengan booster,” ucap Dicky.