close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah pengunjung duduk sesuai dengan penanda jarak saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Foto Antara/M Risyal Hidayat/aww./
icon caption
Sejumlah pengunjung duduk sesuai dengan penanda jarak saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Foto Antara/M Risyal Hidayat/aww./
Nasional
Jumat, 05 Juni 2020 11:34

Warga DKI belum siap masuk era new normal

Warga DKI Jakarta merasa belum siap memasuki ‘new normal’
swipe

LaporCovid19.org dan Sosial Resilience Lab Nanyang Technological University (NTU) Singapura, mengadakan survei mengukur tingkat kesiapan warga DKI Jakarta dalam memasuki era ‘new normal’. Hasilnya, warga DKI Jakarta belum siap memasuki era ‘new normal’ karena tingkat persepsi risiko keselamatan cukup tinggi (>4.00).

“Berdasarkan temuan dia atas, survei ini menunjukkan bahwa meskipun telah merasa cukup memiliki informasi, pengetahuan, wawasan, modal sosial, serta kecenderungan kuat untuk berhati-hati agar tidak terpapar coronavirus. Namun, warga DKI Jakarta merasa belum siap memasuki ‘new normal’,” ujar Sosiolog bencana sekaligus Asociate Professor Nanyang Technological University Sulfikar Amir dalam keterangan tertulis, Jumat (5/6).

Maka, wacana pemberlakuan tatanan kehidupan baru ‘new normal’ belum saatnya diberlakukan bagi warga DKI Jakarta.

Para responden memiliki kecenderungan yang cukup kuat untuk melindungi diri. Uniknya, tingkat pengetahuan responden terkait Covid-19 terbilang cukup baik, tetapi masih membutuhkan informasi pasti, tepat, dan lebih akurat.

Sulfikar mengatakan, ternyata tingkat kepercayaan warga DKI Jakarta terhadap pakar kesehatan dan dokter sebagai sumber informasi Covid-19 paling tinggi. Bahkan, lebih tinggi daripada tokoh agama, pejabat pemerintah, dan keluarga. Sedangkan, posisi terendah dalam tingkat kepercayaan sebagai sumber informasi Covid-19 diraih influencer/selebritas.

“Berita bagus dari survei ini pakar kesehatan dan dokter menjadi pihak yang paling dipercaya. Yang paling rendah para influencer/selebritas. Kalau misalnya pemerintah mau menggandeng influencer harus hati-hati karena tingkat kepercayaannya paling rendah,” ucapnya.

Menurut Sulfikar, kondisi sosial-ekonomi yang cukup memprihatinkan memengaruhi rendahnya persepsi risiko secara umum. Padahal, perilaku keselamatan masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menagtasi pandemi Covid-19.

Survei ini mengukur tingkat persepsi risiko dan perilaku warga Jakarta yang mencakup enam variabel: persepsi risiko, pengetahuan, informasi, perlindungan diri, modal sosial, dan ekonomi. Survei ini menerapkan metode Quota Sampling dengan variabel penduduk per kelurahan. Sedangkan survei online dilakukan dengan menggunakan Qualtrics yang disebar melalui aplikasi pesan instan (WhatsApp) kepada warga DKI Jakarta.

Penyebaran survei dilakukan melalui jaringan Palang Merah Indonesia (PMI), Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta, dan beberapa kontak kecamatan di DKI Jakarta. Survei juga disebarkan secara acak melalui berbagai kontak jaringan komunitas di DKI Jakarta. Survei dilaksanakan sejak Jumat 29 Mei hingga 2 Juni 2020 dan berhasil mengumpulkan responden valid sebanyak 3.079. Analisa dilakukan dengan menggunakan formula Spearman rho.

Tingkat pendidikan beragam, dari lulusan SMA (40,08 %) hingga sarjana (41,86 %). Sementara jenis pekerjaan cukup merata dari sektor informal hingga formal. Proporsi terbesarnya mahasiswa (31,89%) dan swasta (27,46%), Dari segi risiko kesehatan terhadap infeksi Covid-19, responden dengan penyakit kormobid tersebar di lima jenis penyakit meliputi, jantung, diabetes, hieprtensi, TBC, dan masalah paru-paru lainnya. Namun, proporsi responden dengan penyakit bawaan jauh lebih rendah dibandingkan responden tanpa penyakit bawaan.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan