Pemadaman listrik yang terjadi beberapa waktu lalu bebuntut gugatan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) oleh warga DKI Jakarta.
Gugatan diajukan oleh Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) lantaran PLN dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemadaman listrik di pulau Jawa. Pemadaman listrik itu menyebabkan lumpuhnya operasional Kereta Commuter Line (KRL) pada Minggu (4/8).
Perwakilan Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan merasa dirugikan akibat pemadaman listrik mengakibatkan pelayanan KRL tidak aktif sehingga membuatnya terlunta-lunta di stasiun Bogor bersama ratusan penumpang lain selama delapan jam tanpa informasi yang jelas pada Minggu (4/8).
“Jadi saya pada tanggal itu tidak bisa menikmati layanan kereta listrik, gitu loh,” ujar Tigor saat ditemui di kantor FAKTA, Jakarta Timur, Selasa (13/08).
Pengaduan ke ranah hukum yang akan dilakukan Tigor merupakan langkah lanjutan. Sebelumnya, Tigor meminta kepada pihak PLN, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dan Kepala Stasiun Bogor sebagai pihak terkait untuk melakukan mediasi sebagai upaya penyelesaian gugatannya jika tidak ingin kasusnya dibawa ke ranah hukum.
Dalam gugatannya, Tigor meminta tiga pihak tersebut untuk menyatakan permohonan maaf dan memberikan biaya ganti rugi tarif KRL sebesar Rp5.000 karena tidak berjalannya pelayanan KRL.
Namun, hanya perwakilan PT KCI dan Tim Operasional Stasiun Bogor yang menyanggupi pelaksanaan mediasi dengan Tigor pada Kamis (8/8). Sedangkan, pihak PLN sampai saat ini menurut sepenuturan Tigor belum memberikan respons.
“Mereka mengaku salah, memberikan klarifikasi-klarifikasi lalu meminta maaf dan membayar kerugian saya sebesar Rp5.000,” tutur Tigor.
Rencananya, FAKTA akan melaporkan PLN ke ranah hukum dalam waktu dekat sebagaimana peringatan yang sudah disampikan Tigor di awal.
“Dalam waktu cepat ini, minggu depan kita akan daftarkan gugatannya,” ucap Tigor.
Melihat polemik ini, Tigor berpendapat bahwa sudah seharusnya dilakukan proses evaluasi kepada pihak PLN yang bertanggung jawab.
Tigor pun menyatakan masyarakat juga harus meminta kompensasi atas kerugian yang diakibatkan pemadaman listrik yang terjadi di tiga provinisi tersebut dan berhak melakukan gugatan jika permintaan tersebut tidak ditanggapi dengan baik.
“Masyarakat harus aktif melakukan pengawasan demi pelayanan publik,” sebut Tigor.
Kompensasi minim
Selain itu, besaran kompensasi bagi pengguna listrik yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 27 Tahun 2017 menurut Tigor dirasa tidak adil.
Disebutkan dalam pasal 6 ayat 2 Permen ESDM, bahwa pengurangan tagihan listrik diberikan 35% dari biaya beban atau rekening minimum bagi konsumen yang dikenakan penyesuaian tarif tenaga listrik/ subsidi, dan 20% bagi yang tidak dikenakan penyesuaian tarif tenaga listrik/non subsidi.
Lebih lanjut, pelanggan PLN yang menggunakan listrik 900 volt hanya mendapat kompensasi sebesar Rp4.000 dan pelanggan 2200 sebesar Rp45.192 dengan batasan waktu tak lebih dari tujuh jam.
Menurut dia, besaran kompensasi yang ada berbanding terbalik dengan kerugian yang dialami masyarakat. Menurut data Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), pihaknya sudah melakukan gugatan yang didasari aduan dari masyarakat yang mengalami kerugian masing-masing sebesar Rp1,9 juta dan Rp9 juta akibat pemadaman listrik.
Tigor menyebutkan persentase dari besaran kompensasi yang tertulis pada Permen tersebut terlalu menyamaratakan kerugian masyarakat yang berbeda-beda. Sehingga, dia meminta agar peraturan tersebut segera diganti.
“Enggak benar itu (kompensasi), saya enggak sepakat. Harus diganti peraturannya,” ujar Tigor.