Riset karhutla: Warganet yang kecewa pada pemerintah
Neraka dunia. Begitulah mungkin kiasan yang dapat menggambarkan kondisi Pulau Sumatera dan Kalimantan saat ini.
Panas, pengap dan perih membekap di dua pulau tersebut lebih dari sebulan. Memang, asap sempat padam, tapi hanya sesaat. Setelah beberapa hari, kembali api membara melahap sejumlah hutan dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran hutan dan lahan ini telah membumihanguskan ekosistem tropika basah. Padahal ekosistem tersebut selama ini justru menjadi sumber keanekaragaman jenis yang bermanfaat bagi kehidupan mahluk hidup dengan menghilangkan sumber plasma nurfah, sumber makanan, sumber air, paru-paru dunia bahkan pertahanan dan keamanan negara.
Terengutnya hidup sejumlah satwa liar seperti: orangutan dan ular piton yang bangkainya sempat viral di media sosial cukup menyayat hati. Belum lagi, mendengar kabar seorang bayi berusia empat bulan meninggal akibat terindikasi penyakit infeksi saluran pernapasan akut atau Ispa.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Ratri Kusumohartono pun meluapkan kekecewaannya kepada pemerintah yang dinilai belum tegas terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ratri menyebut, pemerintah cenderung melakukan pembiaran karhutla setiap tahunnya dan mengorbankan masyarakat.
"Padahal jelas dampak sosial, lingkungan dan kesehatan terasa sekali," kata Ratri Kusumohartono kepada Alinea.id.
Berdasarkan pengamatannya selama berada di Kalimantan Tengah (Kalteng) sejak Agustus 2019, jumlah penderita ISPA disebut makin bertambah. Tidak hanya ISPA, penyakit lain yang diderita adalah pneumonia yang merupakan peradangan kantung udara paru-paru.
Kondisi tersebut bisa semakin parah bila titik api karhutla makin meningkat di Kalimantan Selatan, Tengah, Timur dan Sumatera Selatan.
Di sisi lain, berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, jumlah titik api di Kalimantan Selatan saat ini telah berjumlah 207 titik.
Lalu, di Kalimantan Timur terdeteksi 201 titik, Kalimantan Tengah 2.209, dan di Sumatera Selatan 538 titik. Sedangkan untuk wilayah Riau, Jambi dan Kalimantan Barat titik api karhutla sudah menurun.
Presiden Joko Widodo memang telah meminta agar semua stakeholder bekerja keras untuk memadamkan api yang membara. Seluruh aparatur daerah juga diimbau turun gunung untuk memadamkan kebakaran hutan. Personel TNI dan Polri, sebanyak 5.600 personel gabungan Polisi dan TNI telah mendarat di sejumlah titik kebakaran.
Segala upaya memang telah diusahakan termasuk juga membuat hujan buatan dengan menabur garam. Berikut juga water bombing dengan menggunakan 52 pesawat.
Neraka dunia. Begitulah mungkin kiasan yang dapat menggambarkan kondisi Pulau Sumatera dan Kalimantan saat ini.
Panas, pengap dan perih membekap di dua pulau tersebut lebih dari sebulan. Memang, asap sempat padam, tapi hanya sesaat. Setelah beberapa hari, kembali api membara melahap sejumlah hutan dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran hutan dan lahan ini telah membumihanguskan ekosistem tropika basah. Padahal ekosistem tersebut selama ini justru menjadi sumber keanekaragaman jenis yang bermanfaat bagi kehidupan mahluk hidup dengan menghilangkan sumber plasma nurfah, sumber makanan, sumber air, paru-paru dunia bahkan pertahanan dan keamanan negara.
Terengutnya hidup sejumlah satwa liar seperti: orangutan dan ular piton yang bangkainya sempat viral di media sosial cukup menyayat hati. Belum lagi, mendengar kabar seorang bayi berusia empat bulan meninggal akibat terindikasi penyakit infeksi saluran pernapasan akut atau Ispa.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Ratri Kusumohartono pun meluapkan kekecewaannya kepada pemerintah yang dinilai belum tegas terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ratri menyebut, pemerintah cenderung melakukan pembiaran karhutla setiap tahunnya dan mengorbankan masyarakat.
"Padahal jelas dampak sosial, lingkungan dan kesehatan terasa sekali," kata Ratri Kusumohartono kepada Alinea.id.
Berdasarkan pengamatannya selama berada di Kalimantan Tengah (Kalteng) sejak Agustus 2019, jumlah penderita ISPA disebut makin bertambah. Tidak hanya ISPA, penyakit lain yang diderita adalah pneumonia yang merupakan peradangan kantung udara paru-paru.
Kondisi tersebut bisa semakin parah bila titik api karhutla makin meningkat di Kalimantan Selatan, Tengah, Timur dan Sumatera Selatan.
Di sisi lain, berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, jumlah titik api di Kalimantan Selatan saat ini telah berjumlah 207 titik.
Lalu, di Kalimantan Timur terdeteksi 201 titik, Kalimantan Tengah 2.209, dan di Sumatera Selatan 538 titik. Sedangkan untuk wilayah Riau, Jambi dan Kalimantan Barat titik api karhutla sudah menurun.
Presiden Joko Widodo memang telah meminta agar semua stakeholder bekerja keras untuk memadamkan api yang membara. Seluruh aparatur daerah juga diimbau turun gunung untuk memadamkan kebakaran hutan. Personel TNI dan Polri, sebanyak 5.600 personel gabungan Polisi dan TNI telah mendarat di sejumlah titik kebakaran.
Segala upaya memang telah diusahakan termasuk juga membuat hujan buatan dengan menabur garam. Berikut juga water bombing dengan menggunakan 52 pesawat.
Suara Warganet
Menjadi topik yang paling sering dibicarakan pada pekan ini, dalam pantuan Alinea.id selama satu bulan sejak 16 Agustus sampai 17 September 2019 terdapat 22.802 percakapan di Twitter terkait karhutla. Ada lima isu besar yang menjadi percakapan dari warganet.
Pertama, sebanyak 5.600 personel tambahan dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di Pelalawan, Riau sebanyak 14.255 Tweets. Kedua, Pemerintah Daerah Riau ditegur tidak bisa mengatasi Karhutla dengan jumlah 7.230 Tweets.
Ketiga, negara tetangga menyalahkan Indonesia terkait karhutla sebanyak 255 Tweets. Keempat, karhutla bisa dicegah jika Jokowi jalankan putusan MA dengan jumlah 243 Tweets. Kelima, Masyarakat Siak, Riau menggelar salat Istisqa minta hujan agar kebakaran hutan dan lahan segera teratasi dengan jumlah 236 Tweets.
Dari kelima isu besar tersebut, dua isu yakni isu pertama dan isu kelima terbilang netral. Sisanya tiga isu mengarah pada sentimen negatif.
Riset Alinea.id mendapati sentimen yang tertangkap dalam percakapan di Twitter lebih banyak negatif secara persentase.
Sentimen positif misalnya dengan jumlah 8.904 tweet secara persentase 39%. Berikut isi percakapan positif yakni: "Pemadam kebakaran hutan dan lahan tidaklah sama dengan pemadam kebakaran rumah atau bangunan dan Penanganan kebakaran hutan dan lahan di Pelalawan, Riau hari ini," lewat akun @wahyu0602.
Kemudian, lewat akun @diarykecilkuu tertulis, "Pemerintah pusat mengerahkan segala upaya untuk menangani karhutla yang terjadi di Provinsi Riau".
Lalu sentimen negatif dengan jumlah 10.969 tweet secara persentase 48%. Berikut isi percakapanya: "Politisi Gerindra sebut Karhutla bentuk kegagalan pemerintah dalam akun @abd_mang dan Kemarin bilang sukses mengatasi karhutla prestasi dia. Sekarang pas kejadian karhutla nyalahin pemda" lewat akun @diujung_senjaa.
Terakhir sentimen netral dengan jumlah percakapan sebanyak 2.929 tweet atau secara persentase sebesar 14%. Berikut isi percakapannya: "Presiden Joko Widodo dan rombongan melakukan salat Istisqa sebelum meninjau lokasi kebakaran hutan dan lahan di Masjid Amrulla" lewat akun: @JohanWoda.
Dari sejumlah percakapan di Twitter, ada lima tagar paling banyak digunakan yakni: #karhutla, #TimCegahApi, #IndonesiaDaruratAsap dan #BersamaTanganiKarhutla.
Secara demografis, akun yang dinilai paling aktif membahas soal karhutla berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Jawa Tengah.
Sementara secara gender, paling aktif membicarakannya sebanyak 14.237 akun atau sebesar 59% adalah akun pria dan sisanya adalah akun perempuan dengan jumlah 10.002 akun atau sebanyak 41%.
Kemudian dalam golongan umur dengan topik karhutla paling aktif membicarakannya berada dalam usia 18 tahun sampai 25 tahun dengan jumlah akun sebanyak 9.470 atau setara dengan 43%. Kemudian, dalam rentan usia 26-35 tahun dengan persentase sebesar 38,7% atau sebanyak 8.516 akun.
Kemudian di atas usia 35 tahun yang secara persentase 12,9% dengan jumlah akun sebanyak 2.831. Terakhir, pada usia di bawah 18 tahun dengan persentase 5,5% dengan jumlah 1.210 akun.
Dari temuan Alinea.id di Twitter, masyarakat perkotaan yang paling aktif di media sosial justru yang paling membicarakan soal karhutla. Meski tempat tinggal mereka mungkin tidak terpapar secara langsung dengan asap, namun suara dengan letak demografi terpusat di Jawa seperti: DKI, Jawa Barat, Jawa Timur dan usia paling aktif membicarakannya yakni 18 tahun-25 tahun menunjukkan keprihatinan mereka atas kondisi lingkungan Indonesia saat ini.
Pada respons negatif dari warganet menunjukkan kekecewaanya kepada pemerintah karena dianggap lengahnya dalam mencegah dan mengantisipasi kebakaran. Kapabilitas pemerintah dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan juga dinilai belum efektif.
Lewat akun @akta_ID "Kepolisian sejauh ini mengaku telah mengamankan tersangka pelaku karhutla mencapai 185 orang dan empat korporasi."
Kebakaran hutan yang terjadi secara tahunan alias berulang-ulang juga dapat disimpulkan karena tidak adanya manajemen sumber daya alam yang tertata dengan baik. Ini terbukti dengan respons warganet penetapan tersangka karhutla berasal dari perusahaan dan perorangan.
Sebabnya bisa jadi karena lemahnya perizinan dalam pemberian pemanfaatan lahan yang diberikan pemerintah daerah. Bisa juga karena masalah klasik yakni: metode pembakaran dalam melakukan pembersihan lahan dengan alasan penghematan pengeluaran.
Maka, pemadaman kebakaran butuh kerja lebih keras apalagi saat ini masih terkendala akses dan minimnya sumber air. Sehingga, kerap kali yang terjadi api lebih menjalar sebelum tertangani.
Instansi pemerintah, masyarakat, petani, perusahaan perkebunan dan HTI merupakan mata rantai yang tidak terputus terkait langsung dengan kebakaran hutan dan lahan. Sudah sepatutnya urun mengatasi persoalan ini dan bukan terbatas dengan lempar tunjuk kesalahan.