close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas menunjukkan pergerakan seismograf terkait gempa bumi. Foto: Ist
icon caption
Petugas menunjukkan pergerakan seismograf terkait gempa bumi. Foto: Ist
Nasional
Senin, 24 Juni 2019 16:34

Waspada atas frekuensi gempa yang meningkat

Informasi ini disampaikan bukan untuk menaku-nakuti, akan tetapi agar masyarakat lebih waspada dengan langkah mitigasi dan evakuasi. 
swipe

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan selama 1, 5 tahun frekuensi kegempaan di Indonesia mengalami peningkatan. Masyarakat diminta waspada terhadap potensi terjadinya bencana alam.

“Ada peningkatan frekuensi kegempaan di Indonesia. Tapi ini bukan untuk membuat cemas atau panik, tapi agar kita semua menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan evakuasi,” kata Kepala BMKG Dwi Korita Karnawati dalam konferensi persnya di kantornya di Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/6).

Dwi menjelaskan, peningkatan frekuensi kegempaan diketahui setelah BMKG mengalisis kegempaan. Hasil analisis tersebut semestinya bisa menjadi peringatan agar masyarakat meningkatkan upaya pencegahan dampak gempa bumi. 

Untuk mengantisipasi timbulnya korban jiwa saat terjadi gempa bumi, Dwi mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga terkait lainnya. Seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan instansi pendidikan.

Sementara itu, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan gempa bumi tektonik terjadi di wilayah Laut Banda pada Senin, (24/6) pukul 09.53 WIB atau 11.53 waktu setempat. 

Pusat gempa bumi terletak pada koordinat 6,44 Lintang Selatan dan 129,17 Bujur Timur atau berlokasi di laut pada jarak 289 km arah barat laut Kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku di kedalaman 220 km.

Dari hasil analisis BMKG, menunjukkan informasi awal gempa bumi ini berkekuatan magnitudo 7,7 skala Richter dengan pembaruan menjadi 7,3 SR. Dengan memperhatikan lokasi pusat gempa dan kedalaman hiposenter, gempa bumi ini digolongkan sebagai gempa bumi menengah.

Guncangan gempa dilaporkan terasa di Saumlaki V MMI, Tual III-IV MMI, Sumbawa dan Sorong III MMI, Dobo, Alor, Fak-Fak dan Kupang II-III MMI, Manokwari, Bima, Dompu, Banda, Waingapu, Ambon, Bula, Nabire, Merauke, Denpasar, dan Puncak Jaya II MMI. Hingga kini belum diketahui laporan dampak kerusakan akibat gempa tersebut. 

Secara tektonik, kata Daryono, zona Subduksi Banda merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks. Dalam katalog gempa BMKG tercatat di zona ini sudah terjadi beberapa kali gempa kuat yang beberapa di antaranya memicu tsunami.

"Di zona Banda dan Mamberamo ini selama hampir setahun setengah ini mengalami peningkatan aktivitas seismik yang sangat tinggi. Kami telah ketahui potensinya, tapi tidak bisa diketahui waktu kejadiannya," kata Daryono. 

Sejarah gempa kuat pernah terjadi di kawasan ini, yakni Gempa Banda pada tahun 1918 (magnitudo 8.1 SR), 1938 (8.4 SR), 1950 (7.6 SR), 1950 (8.1 SR), dan 1963 (8.2 SR).

Dengan memperhatikan catatan sejarah gempa kuat ini, Daryono mengingatkan zona Subduksi Banda merupakan kawasan sangat rawan gempa dan tsunami. BMKG dan semua pihak diharapkan mewaspadai potensi bencana di wilayah Indonesia timur itu.

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan