Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional BPN Prabowo-Sandi Ferry Mursyidan Baldan meminta, kepada seluruh perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri untuk memenuhi hak konstitusi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.
Hal itu disampaikan Ferry terkait perlakuan hak mencoblos WNI di luar negeri dalam Pemilu 2019 yang perlu diperhatikan serius.
"BPN akan mengevaluasi kinerja perwakilan RI di luar negeri," kata Ferry dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin(15/4).
Ada indikasi hak konstitusi WNI diabaikan oleh perwakilan pemerintah di luar negeri. Situasi ini, dapat mencoreng wajah Indonesia di luar negeri. Seharusnya pemerintah bertindak tegas terhadap hal itu, dengan memanggil pulang dubes atau kepala perwakilan RI di negara tersebut
Jika tindakan yang terjadi berlangsung masif dan sistemik, namun tak ada langkah dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, maka BPN akan mendorong seluruh WNI yang tak mendapatkan hak pilih untuk membuat petisi.
"BPN akan mendorong supaya WNI yang kehilangan hak konstitusionalnya tersebut membuat petisi kepada pemerintah negara setempat, mengambil tindakan persona non grata terhadap Kepala Perwakilan RI di negara tersebut,"katanya.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, berpendapat hal itu disebabkan karena waktu pilih dan jumlah pemilih tidak pas. Oleh karena itu, pemerintah menegaskan, pemilih yang sudah mengantre di TPS namun telah melewati batas waktu pemungutan suara, tetap bisa menggunakan hak pilihnya.
"Dari pembahasan tadi, tidak mungkin para pemilih yang sudah hadir, sudah daftar, sudah antre, hanya karena waktu terbatas kemudian setop tak dapat memilih. Tidak seperti itu," kata Wiranto, di Gedung Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, Senin (15/4).
Berdasarkan aturan yang berlaku, pemilih tetap bisa menggunakan hak pilihnya meskipun waktu pemungutan suara sudah habis. Akan tetapi, para pemilih harus sudah berada di TPS sebelum batas waktu pemungutan suara habis. Aturan tersebut sudah tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, Wiranto meminta pemahaman terkait waktu pencoblosan itu, dapat dipahami para pemilih yang ada di Indonesia. Jangan sampai ada pemilih yang sudah hadir tepat waktu, tetapi tidak diberikan haknya untuk mencoblos.
Ditempat yang sama, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, proses pemungutan suara akan tetap dilaksanakan bila hingga pukul 13.00 WIB antrean masih mengular. Akan tetapi, jika ada pemilih yang baru hadir saat batas waktu pemungutan suara, maka tidak bisa menggunakan hak pilih.
"Pukul 07.00 WIB-13.00 WIB proses pemungutan suara. Sampai dengan 13.00 WIB masih terdapat antrean orang yang sudah hadir, masih bisa dilayani, itu hak konstitusional .Tapi kalau baru datang pukul 14.00 WIB, itu tidak boleh," ucap Arief.
Sebelumnya, muncul sebuah petisi di laman change.org. Petisi tersebut berisi desakan diadakan pemilu ulang di Sydney, Australia. Hingga Senin (15/4) pukul 13.00 WIB, petisi tersebut sudah ditandatangani sekitar 24.804 orang.
Petisi tersebut menyebutkan, dalam Pemilu 2019 yang digelar di Sydney pada 13 April 2019, ratusan warga Indonesia yang mempunyai hak pilih tidak diizinkan melakukan hak mereka, meski telah mengantre panjang.
Petisi itu juga menyebutkan warga negara Indonesia tidak dapat memilih karena proses yang panjang dan ketidakmampuan PPLN Sydney, yang menyebabkan antrean panjang hingga pukul 6 sore waktu setempat. PPLN juga disebut sengaja menutup TPS tepat jam 6 sore, tanpa menghiraukan pemilih yang telah antre.