Aksi arak-arakan Women's March Jakarta 2019 digelar dari Parkiran Hotel Sari Pan Pasific sampai dengan Taman Aspirasi, Monas, Sabtu (27/4). Orasi keliling yang berlangsung mulai dari pukul 08:00 WIB menyuarakan 10 tuntutan.
Women's March Jakarta tahun ini diselenggarakan masih dalam suasana pemilu serentak dan Hari Kartini. Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam orasinya menyayangkan sikap partai politik dalam menempatkan posisi perempuan.
"Perempuan masih sekedar jadi objek politik. Partai politik belum serius menempatkan perempuan di daftar caleg. Dari 40,8% caleg perempuan, paling banyak ditempatkan di nomor urut 3. Berarti partai politik belum memprioritaskan perempuan," ujar Titi.
Menurut Titi, persyaratan minimal 30% keanggotaan perempuan dalam partai politik maupun caleg partai politik menjelaskan bahwa perempuan berhak menuntut keterwakilan yang lebih kuat.
"Kita minta 30% perempuan ditempatkan di nomor urut 01 di paling sedikit 30% dapil," tutur Titi.
Titi juga menuntut partai politik tidak hanya menjadikan perempuan sebagai pemenuhan persyaratan untuk menjadi peserta pemilu.
"Harus ada insentif dana kampanye untuk perempuan. Partai politik tidak boleh menjadikan perempuan untuk sekadar pemenuhan persyaratan untuk menjadi peserta pemilu. Perempuan harus jadi subjek politik atau aktor politik," kata Titi.
Di antara 10 tuntutan Women's March Jakarta 2019, terdapat tuntutan untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan. Selain itu, ada pula tuntutan agar partai politik melakukan fungsi pendidikan politik dan kewarganegaraan yang berspektif gender.
"Maka kita dorong partai politik untuk membuat kebijakan yang lebih berpihak kepada perempuan. Kita mendorong adanya dana insentif untuk pendidikan politik bagi perempuan," kata Titi.
Sementara tuntutan lainnya meliputi desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan penghapusan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif. Kemudian, memastikan pelaksanaan UU Desa dan UU Nelayan mengakomodasi kebutuhan perempuan secara inklusif, partisipatif, dan berwawasan lingkungan.
Di samping itu, juga memastikan pelaksanaan UU perlindungan pekerja migran Indonesia berpihak pada perempuan pekerja migran, serta memberantas tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi.
Bukan hanya itu, tuntutan lainnya adalah mengusut segala pelanggaran HAM dan menegakkan sistem hukum yang berkeadilan gender. Sisanya terkait layanan trasportasi, kesehatan, maupun pendidikan yang ramah terhadap perempuan, anak, dan kelompok terpinggirkan lainnya.