Keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memecat 51 dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dinilai bentuk perlawanan terhadap pemerintah yang sah.
"Sikap Pimpinan KPK dan Kepala BKN adalah bentuk konkret dari sikap tidak setia terhadap pemerintahan yang sah. Maka dari itu, perlu ada supervisi dari Presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK," kata Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Selasa (25/5) malam.
Yudi melanjutkan, WP KPK mempertanyakan alasan pimpinan KPK dan BKN yang sangat ingin memberhentikan 75 pegawai dari KPK. Apalagi, kata Yudi, pemecatan itu menggunakan alat ukur yang tidak jelas serta proses yang sarat pelecehan martabat sebagai perempuan.
"Padahal di sisi lain, Ketua KPK bertekad menjadikan residivis perkara korupsi yang jelas telah berkekuatan hukum tetap sebagai agen anti korupsi," ungkapnya.
Menurut Yudi, pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terbukti tidak mematuhi instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tetap memberhentikan pegawai KPK. Baik dengan cara langsung memecat 51 orang serta mendidik kembali 24 orang tanpa adanya jaminan.
"Padahal secara nyata Presiden sudah mengungkapkan bahwa tes tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seseorang," kata dia.
Menurutnya, pemecatan ini menjadikan pimpinan KPK dan BKN melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan jaminan konstitusional Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, yang diperkuat dengan Nomor 70/PUU-XVII/2019 bahwa proses transisi tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi mengatakan, 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dinyatakan memiliki rapor merah. Sisanya masih harus menjalani pembinaan lanjutan.
Menurut dia, berdasarkan pemetaan dan klasterisasi, dari total 75 pegawai KPK tersebut, asesor atau penilai menyatakan 24 di antaranya masih dapat dilakukan pembinaan lebih lanjut. Artinya, 24 pegawai KPK tersebut harus lolos pembinaaan terlebih dahulu agar memenuhi syarat sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Pembinaan itu berupa pendidikan wawasan kebangsaan dan pelatihan bela negara. Mereka juga diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikutinya.
Polemik tes TWK ini sebelumnya juga ditanggpi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam arahannya Jokowi menyampaikan, hasil TWK terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan lembaga antirasuah itu, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.