Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly angkat bicara terkait penerapan kebijakan dari Kepala Lapas Kelas II B Polewali Mandar, Sulawasi Barat, Haryoto yang menimbulkan polemik.
Menteri Yasonna menganggap, kebijakan dapat membaca Alquran itu dapat membatasi hak narapidana. Apalagi, tidak ada aturan lebih bagi seorang narapidana untuk mendapatkan bebas bersyarat.
"Bahwa tujuannya baik, yakni harus mempelajari kitab sucinya, Alquran atau Al Kitab, itu oke. Tapi jangan menjadi syarat untuk keluar. Kalau dia (narapidana) enggak bisa-bisa, nanti lewat waktunya bagaimana? Itu hak dia," kata Yasonna, di gedung Merah Putih KPK, Selasa (25/6).
Untuk diketahui, Kalapas Haryoto mengeluarkan kebijakan mengatur narapidana yang beragama Islam harus bisa membaca Alquran. Aturan tersebut berlaku bagi narapidana yang masa penahananya sudah habis alias bebas dari penjara.
Akibatnya, terjadi kericuhan di Lapas Kelas II B Polewali Mandar karena syarat wajib membaca Alquran. Buntut persoalan itu, Yasonna memutuskan memindahkan Kalapas Haryoto ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat.
Anggota Komisi III DPR RI Almuzzammil Yusuf mengkritik kebijakan Menteri Yasonna yang memindahtugaskan eks Kalapas Kelas II B Polewali Mandar, Sulawasi Barat, Haryoto.
Menurut Muzzammil, ada pihak yang tidak nyaman dengan proses Islamisasi di lapas.
Hal itulah yang membuat Yasonna menampik anggapan memindahtugaskan eks Kalapas Haryoto karena masalah Islamisasi. Yasonna menegaskan aturan membaca Alquran yang dibuat Haryoto telah membatasi hak narapidana untuk bebas.
"Bukan, bukan menghilangkan proses Islamisasi di lapas. Haryoto telah menghilangkan hak orang," ujar Yasonna.
Sebelumnya, telah terjadi kerusuhan yang dilakukan napi Lapas Kelas II B Polewali, Mandar, Sulawesi Barat. Kejadian tersebut terjadi pada Sabtu (22/6). Pemicu kerusahan tersebut lantaran para napi tidak terima dengan penerapan kebijakan baru Kalapas Haryoto yang mewajibkan setiap napi beragama Islam harus bisa membaca Alquran.