DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang Pemasyarakatan (RUU PAS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna, Kamis (7/7). Langkah ini disambut baik oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly.
Yasonna menilai, pengesahan Undang-Undang Pemasyarakatan ini dapat memperkuat sistem pemasyarakatan di Indonesia yang mengusung konsep reintegrasi sosial dan mewujudkan terlaksananya konsep keadilan restoratif.
"Undang-Undang ini juga diharapkan dapat memperkuat terwujudnya dan terlaksananya konsep keadilan restoratif yang dianut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system) serta pembaruan hukum pidana nasional,” kata Yasonna, saat membacakan Pendapat Akhir Presiden terkait RUU tentang Pemasyarakatan, dalam rapat paripurna DPR RI, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (7/7).
Dengan demikian, kata Yasonna, pemasyarakatan bekerja sejak dimulainya proses peradilan pidana, tidak lagi hanya pada tahap akhir dari bekerjanya sistem peradilan pidana.
Yasonna menjelaskan, pemasyarakatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Sistem ini menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dalam tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, dan pascaadjudikasi.
Dia tersebut menuturkan, penyelenggaraan pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana terpadu ini didasarkan pada Sistem Pemasyarakatan.
"Sistem Pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi pemasyarakatan secara terpadu antara petugas pemasyarakatan, tahanan, anak, warga binaan, dan masyarakat," ujar Yasonna.
Lebih lanjut, ujar Yasonna, sistem pemasyarakatan sebagai sebuah sistem perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dilaksanakan melalui fungsi Pemasyarakatan. Adapun fungsi ini meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan, dengan menjunjung tinggi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
“Hal ini sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia),” tutur Yasonna.
Untuk diketahui, pemerintah menyerahkan draf final RUU Pemasyarakatan kepada DPR, Rabu (6/7). Draf final diserahkan tanpa ada perubahan apa pun dari draf sebelumnya.
RUU Pemasyarakatan ini merupakan RUU carry over dari periode sebelumnya yang awalnya akan disahkan pada 2019. Saat itu, terjadi penolakan dari masyarakat yang menilai RUU ini mempermudah pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa.