close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tersangka kasus pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa (tengah), sebelum diekstradisi Kemenkumham dari Serbia. Twitter/@Kemenkumham_RI
icon caption
Tersangka kasus pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa (tengah), sebelum diekstradisi Kemenkumham dari Serbia. Twitter/@Kemenkumham_RI
Nasional
Kamis, 09 Juli 2020 13:50

Yasonna sebut pengacara Maria Lumowa coba gagalkan ekstradisi

Tersangka pembobol Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun diesktradisi dari Serbia.
swipe

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, mengklaim, proses ekstradisi buronan pembobol Bank BNI, Maria Pauline Lumowa, dari Serbia tidak berjalan mulus. Upaya suap dari pihak tersangka, salah satu tantangannya.

"Sebelum saya berangkat, berbicara dengan asisten Menteri Kehakiman (Serbia) di bandara. Beliau mengatakan, ada upaya, ya, semacam melakukan suap, tetapi pemerintah Serbia committed," ujarnya saat memberikan keterangan pers di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (9/7).

Pengacara Maria, sambung dia, terus melakukan segala upaya hukum agar kliennya tak diekstradisi. Imbasnya, Indonesia "meladeninya" dan proses penyerahan pelaku tidak bisa langsung dilakukan.

"Serbia adalah megara hukum. Mereka juga punya proses ekstradisi, proses internal di Serbia melalui pemeriksaan pengadilan. Beliau juga didampingi pengacara di sana. Nah, pengacara di sana terus melakukan upaya hukum untuk mencegah ekstradisi tersebut," paparnya.

Yasonna juga menyebut ada salah satu negara yang mencoba menggagalkan proses ekstradisi tersebut. Namun, tidak dijelaskan secara spesifik.

"Selama proses ini ada negara dari Eropa juga yang mencoba melakukan diplomasi-diplomasi agar beliau tidak diekstradisi ke Indonesia," jelasnya.

Maria telah tiba di Indonesia usai Kemenkumham memproses ekstradisi ke Pemerintah Serbia. Buronan pembobol Bank BNI itu akan menjalani proses hukum oleh Mabes Polri.

Maria Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif. Pada medio Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan €56 juta (setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu) kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari orang dalam karena BNI menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI. 

Pada Juni 2003, BNI yang mencurigai transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura, September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda, 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. 

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, 2010 dan 2014, karena Maria ternyata sudah menjadi warga "Negeri Kincir Angin" sejak 1979. Namun, permintaan ditolak dan justru menawarkan opsi Maria disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum memasuki babak baru saat Maria ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan