close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Foto Ilustrasi/Pixabay.
icon caption
Foto Ilustrasi/Pixabay.
Nasional
Jumat, 12 Februari 2021 13:22

YLBHI beber "modus" praktik penahanan di Indonesia

YLBHI melakukan riset terhadap 113 kasus penahanan di seluruh Indonesia.
swipe

Wakil Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Aditia Bagus Santoso mengungkapkan celah penyidik kepolisian dalam praktik penahanan di Indonesia.

Berdasarkan riset terhadap 113 kasus penahanan di seluruh Indonesia, penyidik biasanya menggunakan 69 pasal dari 13 undang-undang (UU). Rinciannya, sebanyak 55 pasal berisi ancaman di atas 5 tahun dan 14 pasal sisanya memuat ancaman di bawah 5 tahun.

Dari 14 pasal dengan ancaman di bawah 5 tahun tersebut, empat pasal dikecualikan dan dapat dilakukan penahanan, yaitu 335 (1); 372; 378; serta 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, 10 pasal sisanya juga tetap dapat digunakan untuk menahan terduga.

Aditia menambahkan, terdapat dua alasan di balik mengapa penyidik kepolisian masih bisa melakukan penahanan dengan 10 pasal berisi ancaman di bawah 5 tahun tersebut. Pertama, penyidik menggunakan kombinasi pasal.

“Misalnya menggunakan pasal pencurian ringan, kemudian pasal pencurian berat, yang lain pasal 172 (menganggu ketenangan dengan teriakan). Dari tiga pasal itu, ada satu pasal yang ancamannya di atas 5 tahun, sehingga penyidik memiliki dalih melakukan penahanan. Walaupun yang paling mendekati kejahatannya adalah pencurian ringan,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (11/2).

Kedua, kewenangan penyidik kepolisian terlampau besar. Jadi, tidak mengherankan, meski ancaman pasal hanya di bawah 5 tahun, tetap bisa dilakukan penahanan. Disisi lain, KUHP tidak mengatur larangan atau kebolehan penyidik melakukan penahanan.

“Kewenangan penyidik yang sangat besar, ditambah kombinasi pasal itulah yang menyebabkan walaupun pasalnya di bawah 5 tahun, tetapi bisa melakukan penahanan,” tutur Aditia.

YLBHI mencatat, setidaknya ada delapan orang yang ditahan secara tidak sah, meski ancamannya di bawah 5 tahun.

“Kami menemukan pelanggaran pelanggaran hak atas peradilan yang adil (fair trial). Nah, terjadi juga pola umum yang kerap dihadapi para pengacara dan klien-kliennya, seperti penangkapan dan penahanan yang tidak sah,” ujar Aditia.

Dia melanjutkan, penangkapan dan penahanan menjadi sarana penghukuman pra putusan pengadilan. Menurutnya, penangkapan dan penahanan menjadi ‘template baku’ bagi penyidik kepolisian.

“Kalau ada kasus di atas 5 tahun, tanpa mikir panjang dia akan menahan,” pungkasnya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan