close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Koalisi Masyarakat Sipil merespon putusan PTUN soal gugatan pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya. Foto: Kontras.
icon caption
Koalisi Masyarakat Sipil merespon putusan PTUN soal gugatan pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya. Foto: Kontras.
Nasional
Jumat, 17 Juni 2022 16:25

YLBHI nilai praktik impunitas masih subur

Gugatan pengangkatan Pangdam Jaya ditolak, YLBHI nilai praktik impunitas masih subur.
swipe

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, pemerintah masih melanggengkan praktik impunitas khususnya di tubuh lembaga militer. 

Hal ini terkait dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menolak gugatan perlawanan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya.

"Pengadilan menjadi ranah yang melanggengkan praktik-praktik tidak mengevaluasi seperti ini. Tentu ini kami sangat kecewa ya," ujar Isnur dalam keterangan pers yang digelar secara daring, Jumat (17/6).

Menurut Isnur, pengadilan seharusnya berani menyikapi dan melakukan evaluasi terhadap praktik yang dilakukan oleh lembaga eksekutif. Ini juga dinilai menggambarkan mandeknya pelaksanaan reformasi peradilan militer.

"Sejak ada undang-undang TNI yang memandatkan reformasi peradilan militer, itu gagal (pelaksanaannya). Jadi reformasi sampai 20 tahun ini tidak jalan," kata Isnur.

Selain itu, putusan PTUN Jakarta terhadap gugatan perlawanan oleh koalisi dinilai melanggengkan buruknya penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia (HAM). Pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya dapat menjadi contoh buruk di mana pelaku pelanggaran HAM menduduki jabatan strategis.

Sementara, keputusan ini juga berdampak langsung terhadap korban yang gagal mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum. Terlebih, menurut Isnur, korban pelanggaran HAM belum mendapatkan pemulihan secara layak.

"Itu menurut kami sangat berbahaya bagi Indonesia ke depan. Dalam artian, negara bisa jadi kemudian merestui, menyetujui bahwa perbuatan masa lampau itu bukan sebuah kesalahan, jadi tidak belajar dari kesalahan," ujar Isnur.

Tim hukum Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, LBH Jakarta, dan AMAR Law Firm & Public Interest Law Office bersama keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998 melayangkan gugatan perlawanan atas penetapan dismissal PTUN Jakarta tertanggal 12 April 2022.

Dalam sidang dismissal tersebut, PTUN menolak gugatan terhadap putusan Panglima TNI Andika Perkasa atas pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya.

Majelis hakim PTUN Jakarta memutus menolak gugatan perlawanan koalisi pada proses persidangan, Kamis (16/6). Salah satu pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut yakni kewenangan untuk menyelesaikan sengketa tata usaha angkatan bersenjata atau militer bukan menjadi ranah dari PTUN.

Gugatan yang sama dilayangkan koalisi ke Peradilan Tata Usaha Militer Jakarta, namun gugatan tersebut ditolak tanpa adanya proses peradilan yang berlangsung. Alasannya, peraturan pemerintah mengenai hukum acara tata usaha militer, hingga saat ini belum tersedia.

Koalisi menilai, ditolaknya gugatan perlawanan seharusnya menjadi bahan refleksi bahwa pengambilan keputusan di dalam tubuh TNI itu tidak transparan. Sementara, dampaknya bisa meluas bahkan, hingga ke masyarakat yang hendak mencari perlindungan hukum.

"Karena tidak adanya konstruksi hukum tersebut, pengangkatan Pangdam Jaya justru tidak dapat diuji dalam proses hukum yang objektif dan imparsial. Majelis hakim PTUN Jakarta dianggap gagal memberikan kepastian hukum bagi korban penghilangan paksa di Indonesia," tuturnya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan