close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Yohana Yembise saat menghadiri sosialisasi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga di Swissbel Hotel, Manokwari, Papua Barat, Rabu (17/10/2018)./Sumber: dokumentasi Kementerian PPPA
icon caption
Yohana Yembise saat menghadiri sosialisasi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga di Swissbel Hotel, Manokwari, Papua Barat, Rabu (17/10/2018)./Sumber: dokumentasi Kementerian PPPA
Nasional
Sabtu, 18 September 2021 11:20

Yohana Yembise soroti rendahnya IPM perempuan Papua

Yohana mengajak perempuan Papua dan Papua Barat untuk maju.
swipe

Yohana Susana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) 2014-2019 mengatakan, Indeks Pembangunana Manusia perempuan Papua dan Papua Barat terendah, yaitu sekitar 65% untuk Papua.

“IPM, Indeks Pembangunan Manusia khusus untuk perempuan Papua dan Papua Barat terendah. Papua paling rendah sekitar 65%, di atas papua, Papua Barat agak lebih tinggi daripada Papua. Kita bisa bayangkan, dari beberapa puluh provinsi di Indonesia, Papua yang terendah,” ujar Yohana Yembise dalam webinar "Masa Depan Papua: Persepektif Orang Papua,'" Sabtu (18/9).

Untuk itu, Yohana mengajak perempuan Papua dan Papua Barat untuk maju. Ia melanjutkan, menurut Indeks Developing Gender (IDG)  dari sisi kesetaraan gender, Sulawesi Utara (Sulut) berada di peringkat teratas. Indikator ini dilihat dari kepemimpinan perempuan di leglislatif, eksekutif ataupun yudikatif.

Di Sulut, jelasnya, wali kota dan bupati dijabat 7 perempuan, dan kursi legslislatif relatif imbang 50-50. Sementara posisi ketiga pada indeks kesetaraan gender ditempati Yogyakarta, disusul DKI Jakarta di posisi ketiga.

Yohana berharap agar ada wanita Papua yang menjadi gubernur dan bupati. “Perempuan Papua harus ada gubernur,” ujar Yohana.

Ia kemudian mengajak para perempuan di Papua untuk jangan berdiam diri. Mereka harus bersuara dan membuka mulut bahwa mereka bisa mewujudkannya.

"Saya sudah menunjuk jalan, membuka pintu, membuka kran, bahwa perempuan sudah bisa menjadi menteri. Perempuan dari Tanah Papua bisa jadi menteri, bisa memimpin 26 juta perempuan seluruh Indonesia, dan 80 juta anak-anak Indonesia,” tegas Yohana.

Ia berharap muncul Yohana-Yohana baru yang bisa memimpin Tanah Papua, bisa sebagai bupati, wali kota, atau gubernur. Juga berharap Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak untuk mengejar target kesetaraan gender pada 2030.

Untuk menjawab tantangan ini, masyarakat harus membuat sistem kerja menggandeng tokoh adat atau tokoh agama dan pemerintah. Ketiga poros itu adalah pemegang peran penting.

Yohana menjelaskan bahwa adat memengaruhi perempuan karena mereka juga sering jadi korban dari aturan adat. “Pemerintah harus menggandeng tokoh adat dan tokoh agama dalam memperhatikan posisi perempuan ke dalam masyarakat,” ujar Yohana.

Pemerintah, jelasnya, juga harus memberikan program kerja khusus pada pihak perwakilan tokoh agama dan adat yang akan ke daerah terpencil, untuk menggandeng para kepala suku dan memberikan pemahaman cara menyikapi kaum perempuan.

“Dan peremuan harus dijaga dan berkualitas karena perempuan adalah yang memproduksi generasi penerus dari Papua yang menjadi pemimpin di Papua,” tutup Yohana.

img
Dave Linus Piero
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan