Serangan rasisme terhadap pemain Afrika kerjap terjadi ketika berkiprah di Eropa. Namun, Benua Afrika ternyata juga tidak steril dari rasisme. Perlakuan itu dialami Kapten Kongo Chancel Mbemba.
Ia menjadi sasaran pelecehan rasis di media sosial setelah memimpin timnya bermain imbang 1-1 melawan Maroko di Piala Afrika pada hari Minggu.
Akun Instagram Mbemba banyak diincar pengguna yang membalas postingan terbarunya dengan emoji monyet atau gorila, atau menuliskan komentar rasis.
Mbemba yang berusia 29 tahun, berkulit hitam, bermain untuk klub papan atas Prancis, Marseille.
Mbemba terlibat perdebatan sengit dengan pelatih Maroko Walid Regragui usai pertandingan. Hal ini menyebabkan terjadinya perkelahian antara pemain dan ofisial dari kedua tim yang berlanjut hingga mereka meninggalkan lapangan dan menuju terowongan pemain.
Regragui mencari Mbemba setelah pertandingan ketika sang pemain sedang berlutut sambil mengucap syukur di momen pribadi. Mbemba meraih tangan Regragui dan menepuk punggungnya karena tampaknya dia mengira itu adalah pertukaran persahabatan.
Namun Regragui tetap memegang tangan Mbemba dan terus berbicara. Pemain tersebut dengan marah menarik tangannya dan memberi isyarat kepada wasit video sebelum pemain dari kedua sisi melompat.
Mbemba mengatakan kepada wartawan setelah pertandingan di San Pedro bahwa Regragui telah menghinanya, tanpa mengatakan apa yang dikatakannya.
“Saya diam saja, itu lebih baik. Semua orang mengenal saya, saya menghormati semua orang… tapi saya tidak pernah menyangka akan mendengar kata-kata itu dari pelatih, yang akan keluar dari mulutnya,” kata Mbemba.
Belum ada reaksi langsung dari Regragui.
Sementara itu, di Grup F Maroko memimpin dengan empat poin dari dua pertandingan setelah kemenangan pembukaannya 3-0 atas Tanzania, diikuti oleh Kongo dengan dua poin. Zambia bermain melawan Tanzania Minggu malam di pertandingan Grup F lainnya.
Para pemain Maroko juga pernah menjadi korban rasisme ketika mereka bermain menghadapi Peru dalam laga persahabatan di Madrid pada Maret 2023. Pelakunya adalah pegawai hotel. Ia melakukan serangan rasisme di sosial media dengan menyinggung-nyinggung masalah bulan Ramadan dengan kata-kata kasar.
Pemuda itu segera ditangkap setelah unggahan rasisnya, namun pelatih Regragui mencoba menyikapinya dengan bijak.
“Ini sangat berdampak pada para pemain dan juga masyarakat Maroko. Saya pikir kita tidak boleh melakukan lebih dari itu, dia masih muda dan dia akan belajar dari ini. Kini dengan adanya jejaring sosial, ada anak-anak yang tersesat. Ada rasisme dalam hidup, tapi menurut saya ini lebih bersifat sosial daripada masalah anak-anak. Dia adalah seorang anak yang memiliki kehidupan setelah ini, dan saya tidak ingin ‘membunuhnya’.”
“Kami adalah Muslim dan dalam agama kami, kami belajar memaafkan. Kami akan memaafkannya, biarkan dia belajar tentang topik ini. Mungkin dia akan memberi contoh bagi orang lain untuk berhati-hati saat menulis di media sosial. Contoh terbaik yang bisa kita tunjukkan adalah memaafkannya, membuat dia sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan dan dia belajar dari kesalahan itu, bahwa dia melihat apa yang dia pikirkan tentang umat Islam itu tidak baik,” jawab Regragui kepada Marca.
Pelatih Maroko kemudian mengatakan bahwa dia juga tidak menyimpan dendam terhadap pihak hotel.
“Anda tidak bisa berbuat apa-apa, ini masalah kemanusiaan, Anda tidak bisa mengontrol pekerja Anda. Kami tidak akan bicara lagi, ini sudah berakhir. Kami memaafkannya dan tentunya masyarakat Maroko juga akan memaafkannya.”(voa,footbalespana)