Gelandang menghilang dua kali, Asnawi dikambinghitamkan pelatih
Fans fanatik Asnawi Mangkualam se-Indonesia masih harus bersabar menunggu sang idola kembali bermain gemilang di lapangan hijau. Khususnya, para penggemar asal Indonesia, perlu lebih tabah.
Pasti lebih suka melihat Asnawi bertanding melawan tim-tim papan atas Korea untuk menambah pengalamannya. Sekaligus pengalamannya nanti bisa mendongkrak prestasi tim nasional. Timnas akan diwarnai standar bermain Asnawi yang sudah jauh lebih tinggi.
Tapi agak pahit kenyataannya baru-baru ini. Pertama, Asnawi cs kalah tipis 1-2 dari Pyeongchang United. Dipecundangi klub papan bawah asal K League 4 pada ajang Korean FA Cup di kandang Ansan Wa Stadium, Rabu (9/3). Beruntung nomor 14 telah dikembalikan oleh pelatih Cho Min-kook ke posisi aslinya di bek kanan, bahkan dia tampil penuh 90 menit.
Kedua, Asnawi hanya bermain 24 menit di lanjutan K League 2 menjamu Gwangju FC, Sabtu (12/3). Greeners kalah lagi 0-2 di mana kecolongan gol pertama dari sisi pertahanan yang dikawalnya. Selain Asnawi tampil mengecewakan, dukungan minim gelandang kanan Lee Sang-min turut memperlemah sisi kanan pertahanan Greeners. Sebenarnya Sang-min turut bersalah pada tiga hari sebelumnya saat gol kedua Pyeongchang.
Asis Manis
Satu asis manis dipersembahkan Asnawi buat Go Iwase, sesama ekspatriat asal Jepang, pada menit ke-33 menghadapi klub K League 4. Manuvernya overlapping ke sayap kanan sambil menggiring bola, kemudian menyilangkan umpan tinggi parabolik ke tiang jauh, disambut sundulan Iwase menghunjam ke jala gawang lawan.
Pada konferensi pers usai laga, Coach Min-kook menggarisbawahi penampilan Asnawi. Rupanya didikan Juku Eja berani berbicara dengan sang pelatih. Mentalnya cukup teruji dalam soal ini. Asnawi mengambil inisiatif minta dimainkan lagi di posisi aslinya, bek kanan.
Asnawi, dinilai pelatihnya, tampil bagus kala menyerang, namun masih kurang dalam bertahan. Penilaian itu tidak akurat bila merujuk teori. Gol kedua untuk kemenangan lawan bukan murni dari kesalahan Asnawi semata. Tapi, gelandang kanan Sang-min lambat turun menutup celah, tepatnya di lini kedua. Di sana, gelandang serang Pyeongchang muncul tiba-tiba, tak terkawal, menggenjot bola liar yang segera bersarang empuk ke dalam gawang.
Saat itu, skema serangan lawan dari sayap kanan, Asnawi sudah telanjur merapat masuk ke kotak penalti. Dia menjaga ketat salah seorang penyerang musuh di daerah rawan dekat mulut gawang. Teori bertahannya sudah benar sesuai prinsip dasar. Sokongan gelandang sangat krusial dalam situasi berbahaya. Bek seperti Asnawi tidak kuasa mengawal sekaligus dua musuh. Dukungan melapis pertahanan itu yang fatalnya tidak dikerjakan gelandang kanan Greeners.
Soal ini tak lepas dari Coach Min-kook kurang jeli mengganti pivot yang sudah keteteran meladeni tekanan keras lawan di sentral lapangan sejak paruh kedua. Dia terkesan masih berupaya terus mencari-cari kesalahan Asnawi. Atau, semoga saja, dia justru ingin mencambuk mental Asnawi supaya lebih tebal menghadapi persaingan.
Eksekutor Gagal
Padahal duet striker Brasil milik Greeners justru bermain lebih kacau. Robson Duarte dan Thiago Henrique sangat jelek kualitas mereka. Keduanya -- bukan hanya salah satunya -- terlalu mudah kehilangan bola, malas bergerak mencari celah, sering salah pengertian dengan sesama rekan sepermainan, dan membuang-buang peluang emas yang tinggal dikonversi jadi gol. Thiago tak bertenaga, berlari begitu lemas sepanjang tampil. Robson beberapa kali luput menggaet umpan mudah yang dialirkan ke dekat kakinya, bolanya kerap diambil lawan atau begitu saja keluar lapangan.
Tampil di 'level kedua' kompetisi Negeri Ginseng harus melecut semangat Asnawi untuk terus menyempurnakan performa. Robson, yang paling terusik eksistensinya, sejak Asnawi diplot Coach Min-kook naik ke sayap kanan. Sayap kanan ialah pos utama Robson. Saat menghadapi Pyeongchang, Asnawi sebagai bek penunjang sayap kanan dengan rendah hati dan bermain dingin, banyak membagikan bolanya ke Robson. Awalnya Robson tak mau balas berbagi, hanya sesekali, itupun menjelang laga usai saja.
Sementara, kecuali Sang-min, mayoritas rekan lokal Korea-nya lebih erat menyambut kehadiran Asnawi di tengah lapangan. Hambatan nonteknis akan hilang sendiri selama para Korea bersatu mempercayai Asnawi. Titik perhatian Asnawi harus terfokus untuk berkomunikasi lebih dekat dengan gelandang kanan reguler Greeners.
Ke depan, perkara ini bisa disolusi Asnawi dengan mempertunjukkan bahwa kualitas Makassar lebih hebat daripada Brasil. Thiago sudah diparkir pada laga terakhir, tinggal Robson yang masih diberi kepercayaan. Asnawi cukup mempertontonkan kepada publik keahlian olah bola mumpuni yang dibekalinya sejak dia memimpin SSB Hasanuddin menorehkan tinta emas ke Santiago Bernabeu, Madrid. Dia juga butuh interaksi lebih erat dengan siapapun pemain lokal Korea yang dimainkan sebagai gelandang kanan.
Dari belakang, terus maju pantang mundur bila ada peluang, Asnawi hanya perlu menghamburkan sebanyak mungkin peluru umpan-umpan bagus ke depan. Penonton pantas dimanjakan melihat umpan ciamik mampu dieksekusi atau gagal terus. Asis manis yang selalu disia-siakan eksekutor akan membuat suporter berteriak histeris: "Bbbooo.." Ekspresi kecewa seribu pasang mata pasti berbuntut panjang urusannya. Duo Brasil mungkin angkat koper lebih cepat dari markas Greeners sebelum liga musim ini berakhir.
Paling penting Asnawi menjadi tembok kokoh yang mampu menghalau tiap serangan lawan. Alasan pelatih terus mengkambinghitamkan pemainnya sendiri akan berbalas hujatan fans fanatik Asnawi se-Indonesia. Akhirnya Coach Min-kook patut lebih obyektif menilai kualitas sang bek kanan.