Tim nasional Der Panzer sukses menjuarai Piala Dunia U-17 Indonesia 2023. Sesuai hitungan di atas kertas Jerman kandidat terkuat juara seperti dipublikasikan Alinea pada 15 September 2023. Hasil final telah diprediksi 48 hari sebelum tendangan di Stadion Manahan, Surakarta, Sabtu (2/12).
Jerman menjadi kampiun perdana. Kesuksesan Noah Darvich dkk menundukkan tim lawan yang penuh kontroversi 6-5 (2-2) sekaligus menjadi klimaks Piala Dunia U-17 di Indonesia. Ya, Prancis melenggang ke final dengan rentetan kemenangan kontroversi. Memainkan pemain ilegal, Yanis Issoufou, tanpa dihukum diskualifikasi oleh FIFA, dan beberapa keputusan wasit yang dianggap menguntungkan Prancis, seperti kala menghadapi Burkina Faso di babak grup.
Partai puncak sempat diwarnai insiden janggal yang terasa mengganjal sebagaimana lumrahnya sepak bola. Wasit Espen Eskås dari Norwegia menunjuk titik putih setelah terjadi pelanggaran. Menit ke-24, bek kiri Aymen Sadi (Prancis U-17) dinilai bersalah karena menghantam betis sayap kanan Bilal Yalcinkaya (Jerman U-17).
Kejadian berawal dari bola liar yang melenceng disapu bek tengah Bastien Meupiyou (Prancis U-17) dalam kotak penalti. Bola horizontal lurus ke arah Sadi. Dia bergerak secara benar menurut teori. Ruang geraknya sudah siap, bola itu akan jadi milik Sadi seutuhnya.
Yalcinkaya tiba-tiba muncul dari belakang, bermaksud mencuri bola. Aksi pencurian itu tak bisa dibenarkan. Permainan sedang berlangsung di dalam kotak penalti, yang terutama harus dilindungi wasit adalah kiper, kemudian penyerang lawan, baru terakhir bek yang bertahan, begitu urutannya dalam peraturan.
Tapi Yalcinkaya menyelonjorkan kakinya, berniat licik biar kaki itu kena hantam Sadi. Benar saja, tepat sekali, Sadi bukan membuang bola, namun membuang betis Yalcinkaya. Jelas tidak sengaja. Seharusnya dianggap bukan pelanggaran sama sekali. Kalaupun Sadi divonis bersalah, tendangan bebas tidak langsung untuk Jerman merupakan opsi utama.
Seorang asisten wasit dalam ruang kontrol Video Assistant Referee (VAR) menggelengkan kepala tampak sekilas pada siaran televisi. Entah itu isyarat apa dia tidak setuju dengan peluit pelanggaran. Penalti tidak wajar buat Jerman mengubah total jalannya pertandingan.
Di luar abnormalitas menit 24 tersebut, penampilan menonjol ditunjukkan lima bintang cemerlang Jerman U-17. Mereka patut menjaga bakatnya, sebelum dipromosikan ke tim U-20 hingga level senior.
1. Konstantin Heide (penjaga gawang) taktis membaca permainan, cepat mencegat tembakan langsung, terlihat lancar memimpin komunikasi dengan barisan belakang. Tipe ekspresif dingin pembawaannya mirip gaya legendaris Bodo Illgner, kiper tangguh Real Madrid 90-an.
2. Finn Jeltsch (bek tengah) berusia 17 tahun setinggi 1,85 meter dengan tampilan meniru Laurent Koscielny, pilar Arsenal 2010–2019. Kekuatannya berupa kecepatan, tekel, antisipasi, nyali, duel udara, pengambilan posisi, umpan, teknis, dan multifungsi. Profil bek tengah level U-17 yang sangat lengkap, namun masih perlu memoles beberapa aspek seperti fisik, umpan progresif, dan ketenangan di bawah tekanan.
3. Noah Darvich (gelandang tengah) kreatif dengan teknik penguasaan bola terbaik, mobilitas, keterampilan akselerasi, dan perubahan arah yang cepat. Penggiring bola spektakuler dengan kontrol jarak dekat ala futsal diiringi kemampuan berkelas pada umpan jarak menengah-pendek. Mampu bermain sebagai sayap serta mengatur irama tim di luas lapangan, suka bermain dalam peran menyerang bebas, di mana dia diberikan kemerdekaan untuk berkeliaran di lapangan dan mencari ruang kosong.
4. Paris Brunner (sayap kiri) kendati dinobatkan pemain terbaik Piala Dunia U-17 2023 perlu meningkatkan kualitasnya sebagai pemain jangkung tapi kemampuan sundulannya kurang berbahaya, keterampilan mengumpan lemah, dan bisa lebih kreatif lagi di sepertiga akhir bagian lapangan. Memiliki rasio massa bodi, kekuatan fisik, tenaga, dan kebugaran alami sangat baik yang merasa nyaman dalam situasi kontak, juga dapat beroperasi secara efektif sendirian di depan atau menawarkan kombinasi dalam duo penyerang. Kecepatan, gerak kaki, kelincahan, dan koordinasinya luar biasa.
5. Robert Ramsak (striker) bermodal istimewa mudah menyesuaikan diri dengan situasi lapangan saat masuk dari bangku cadangan. Luwesnya beradaptasi langsung menyatu dalam permainan mengingatkan pada Jürgen Grabowski, yang di Piala Dunia Meksiko 1970 dijuluki sebagai pemain pengganti terbaik di dunia. Kaki dan kepala Ramsak efektif tanpa banyak gaya menyentuh bola terakhir untuk menjaring ke gawang. Di hari-hari bebas latihan, dia kerap menambah porsi berlatih mandiri dengan Thomas Muller, pemenang Sepatu Perak pada Piala Dunia 2014.`