Olimpiade Musim Dingin 2022, yang dibuka pada Jumat waktu setempat, diadakan pada saat kritik Barat yang sangat intens terhadap China atas pelanggaran hak asasi manusia. Mulai dari penganiayaan massal terhadap Uyghur di Xinjiang Barat jauh-yang dicap sebagai genosida oleh Amerika Serikat dan kelompok lainnya termasuk orang Tibet, hingga penghancuran kebebasan Hong Kong.
China menyangkal pelanggaran hak asasi manusia, tetapi para aktivis menjuluki pertemuan di Beijing sebagai "Permainan Genosida", dan kekuatan barat dari AS hingga Inggris telah mengumumkan boikot diplomatik atas upacara pembukaan.
Sementara kelompok kampanye Kongres Uyghur Dunia di pengasingan mendesak: “Tidak ada yang menginginkan Olimpiade seperti ini.”
Namun sebelumnya, Beijing berhasil melewati kontroversi ketika menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2008, kata Susan Brownell dari University of Missouri-St Louis, seorang ahli olahraga China yang berada di China untuk Olimpiade tersebut.
Pada saat itu, awalnya protes tingkat tinggi menghalangi estafet obor global, penindasan dengan kekerasan terhadap protes di Tibet menempatkan China di sana dalam agenda berita, serta adanya tekanan pada para pemimpin untuk melewatkan upacara pembukaan dan para pemerhati lingkungan memperingatkan tentang polusi intens yang menyelimuti Beijing.
Tetapi, begitu kompetisi dimulai, fokus beralih ke para atlet. Perhitungan Beijing, tidak diragukan lagi, hal yang sama akan terjadi tahun ini.
“Saat ini, jurnalis politik dan investigasi memiliki halaman depan, tetapi begitu Olimpiade dimulai, itu akan menjadi jurnalis olahraga,” kata Brownell.
Bagi Victor Cha, wakil presiden senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington DC, aturan ini tampak seperti metafora tentang bagaimana kepemimpinan komunis China ingin Olimpiade dimainkan secara keseluruhan dalam sistem tertutup yang sepenuhnya berada di bawah kendali mereka.
“Covid benar-benar memberi mereka alasan untuk sepenuhnya mengunci semuanya. Mereka ingin memiliki kendali penuh atas gambaran Olimpiade dan itu membantu,” katanya.
Akan ada protes internasional resmi, dalam bentuk boikot diplomatik oleh pemerintah barat termasuk AS dan Inggris. Tetapi ketidakhadiran mereka sepertinya tidak akan membuat pusing para pejabat di Beijing, atau menonjol dalam liputan berita selama Olimpiade.
“Mereka mengabaikan boikot diplomatik. Ini memberi narasi domestik bahwa barat mencoba mencuri momen China di bawah sinar matahari, dan mereka dapat mengatakan para pemimpin tidak akan datang karena Covid,” tutur dia.
“Tidak mungkin memisahkan olahraga dari bisnis dan politik. Lebih dari acara olahraga besar, ini juga acara politik,” kata Mark Dreyer, penulis Sporting Superpower: An Insider's View on China's Quest to Be the Best.