Liga utama Argentina, Primera Division, menduduki peringkat 19 dunia, satu tingkat di atas J1 League Jepang. Itu statistik yang tergolong rendah menurut versi Global Football Rankings 2023.
Sebaliknya tim nasional Albiceleste dikomandoi Lionel Messi merengkuh gelar juara dunia 2022. Maka tidak ada logika bahwa liga domestik yang kurang baik otomatis akan melahirkan timnas yang buruk.
Juara bertahan Primera Division musim ini, River Plate, diperkuat tiga pemain nasional. Bayangkan, hanya satu berseragam Argentina, itupun sekadar kiper cadangan Franco Armani (37 tahun). Dua lainnya, bek tengah: Paulo Díaz (Chile) dan Sebastián Boselli (Uruguay).
Bagaimana Argentina membentuk skuad timnasnya menjadi sekuat raksasa? Yang pasti, mereka bukan mengeluh tentang kualitas rendah kompetisi dalam negeri Tango sendiri. Pelatih kelas dunia di timnas Argentina juga tidak menyindir federasi mereka agar memperbaiki mutu Primera Division.
Klub-klub dari liga kelas rendah asal negara yang memiliki timnas di rangking papan bawah dunia FIFA -- seperti, misalnya, Indonesia -- boleh meniru kiat River Plate. Paling tidak biar kepala burung Garuda Pancasila di kostum bukan dipakai untuk diinjak-injak oleh kemenangan lawan.
Tim berjuluk Los Millonarios praktis tanpa dibela pemain berlabel internasional Argentina (kecuali penjaga gawang cadangan). Manajer Enzo Francescoli (Uruguay) dan pelatih Martín Demichelis berduet maut menguasai Primera Division. Caranya tidak instan: Mereka mengoleksi banyak pemain level junior. Tercatat, 11 nama andalan timnas Argentina kelompok umur (5 pemain U-23 serta masing-masing 3 dari U-20 dan U-17).
Duet Francescoli-Demichelis tampaknya memproteksi ketat para talenta muda. Semua bakat belia digodok habis untuk terus mengasah level permainan dan tidak bisa pergi seenaknya kecuali telah dianggap pantas berkiprah ke tingkat yang lebih tinggi.
Urusan River Plate dengan Franco Mastantuono bisa jadi contohnya, saat mereka menyadari ketertarikan Real Madrid atas sang pemain. Demi mencegah klub elit Spanyol mengontraknya, dan jika mau Real setidaknya harus mengeluarkan dana segudang, harian 'Ole' mengklaim bahwa River Plate telah menaikkan klausulnya menjadi 45 juta euro (Rp769,5 miliar), harga tertinggi di sepak bola Argentina.
Dilansir Be Soccer, pengatur serangan Mastantuono baru berusia 16 tahun dan sudah tampil impresif di Liga Argentina. Dia sudah masuk radar beberapa tim top di Eropa dan Madrid memasukkannya ke dalam daftar talenta yang harus diperhatikan.
River Plate menyadari betapa sedikitnya waktu yang bisa dimiliki Mastantuono di skuad jika mereka tidak mengambil tindakan cepat. Itu sebabnya, menurut 'Ole', Los Millonarios sudah mempertimbangkan untuk menawarinya kontrak baru guna menyempurnakan kontraknya saat ini, yang akan berakhir pada tahun 2025.
Klub itu menawarkan kontrak hingga 2026 dan, untuk mencegah tim-tim besar merekrutnya, atau setidaknya agar dia tidak terjual gratis, harganya dinaikkan. 'Ole' menunjukkan bahwa, pada hari-hari jelang tutup bursa transfer, jumlahnya akan meningkat menjadi 50 juta euro (Rp855 miliar), sehingga mencegahnya pergi pada menit-menit terakhir.
Mastantuono baru memainkan sembilan pertandingan untuk River Plate sejauh musim ini, tampil sebagai starter dalam tiga pertandingan. Dia telah mencetak gol dan di Argentina jelas dia akan sukses.
Selain Real Madrid, klub lain seperti PSG dan Barca juga disebut-sebut sebagai calon tujuan pemain berbakat tersebut. Sementara, di River, mereka menutup telinga terhadap segala ancaman itu dan berharap kesepakatan baru akan cukup untuk mempertahankannya selama mungkin.
River masih bisa menahan Mastantuono, tapi tidak dengan Claudio Echeverri. Terhitung sejak 31 Desember 2024 mendatang, Echeverri resmi pindah. Pemain yang pernah membintangi Piala Dunia U-17 Indonesia 2023 akan alih status menjadi milik Manchester City dengan nilai transfer 15 juta euro (Rp256,5 miliar).
"Tidak ada lagi dunia ideal seperti yang selalu dibayangkan. Anda harus hidup dengan globalisasi setiap hari. Hal yang sama terjadi dalam sepak bola. Tidak ada yang perlu terkejut karena sangat sulit untuk mempertahankan proyek jangka panjang," kata Francescoli dikutip Sportsmole.
Komentar itu terdengar masuk akal mengiringi perginya sang pemain kesayangan. River Plate tidak rugi, sebagai gantinya justru mereka meraup untung besar.