Kementerian Pemuda dan Olahraga mengaku masih mengalami kesulitan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru untuk meningkatkan prestasi atlet, dalam kancah internasional.
“Sampai saat ini, kami harus akui belum mempunyai database yang baik. Kami belum mempunyai big data analytic. Kami masih melakukan identifikasi calon atlet berbakat secara manual. Padahal di dalam mencari bibit atlet, kita harus melakukan dengan teknologi yang terbaru,” ujar Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Chandra Bhakti, dalam webinar, Rabu (1/9).
Mungkin itu sebabnya, dalam beberapa ajang olahraga internasional, sumbangan medali hanya berasal dari cabang olahraga saja, seperti bulutangkis, angkat besi dan panahan. Hal itu juga terkonfirmasi pada Olimpiade Tokyo, beberapa waktu lalu.
Padahal, Kemenpora telah memiliki desain besar olahraga. Di dalamnya terdapat 14 cabang olahraga olimpiade unggulan, yakni bulutangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, tekwondo, balap sepeda, atletik, renang, dayung (rowing dan canoe), senam artistik dan pencak silat.
Sedangkan, di paralimpiade terdapat lima cabang olahraga unggulan, yakni para power lifting, table tennis, badminton, para atletik dan para swimming.
“Desain besar olahraga nasional (DBON) ini dilatar belakangi ketika peringatan hari olahraga nasional setahun yang lalu di Cibubur. Dimana bapak presiden memberikan arahannya pada 9 september 2020. Beberapa arahan beliau terkait dengan peningkatan prestasi olahrga nasioanl,” ucap Chandra Bhakti.
DBON ini disusun bersama stakeholder, baik itu perguruan tinggi, pakar olahraga dan Komite Olimpiade Indonesia, KONI dan cabang-cabang olahraga dapat menjadi solusi dalam meningkatkan prestasi. DBON ini diharapkan bisa mengatasi permasalah yang menghambat prestasi olahraga, antara lain, partisipasi dan kebugaran jasmani masyarakat berolahraga rendah.
“Padahal, partispasi yang tinggi ini bahkan akan berdampak pada tingkat kebugaran yang baik juga,” ujar Chandra.
Kedua, prasarana dan sarana olahraga masih terbatas, dan belum memenuhi standar.
“Memang fakta, beberapa infrstruktur olahraga kita memang masih kurang bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Dan, ini juga belum berstandar dengan baik, contoh banyak lapangan sepak bola yang digemari masyarakat masih jauh dari standar,” pungkasnya.
Ketiga, sistem pembinaan olahraga prestasi belum dikembangkan dan dilakukan secara sitstematis, terencana, berjenjang dan berkelanjutan.
“Pembinaan olaharaga harus dilakukan sejak usia dini, berjenjang dan secara berkelanjutan. Sehingga kita bisa mendpatakan bibit atlet yang baik dan tentu tIdak terjadi gap antara atlet yang berprestasi dengan generasi selanjutnya,” jelasnya.
Serta keempat, manajemen kompetisi belum berjenjang, rutin, berkelanjutan dan tidak sesuai dengan kelompok usia serta karateristik cabang olahraga.
Menurut dia, salah kelemahan pembinaan atlet di Indonesia adalah sistem kompetisinya yang blum teratur.
“Padahal atlet tidak hanya kita latih, tetapi juga butuh kompetisi yang secara teratur dan juga preferensi bagus. Sehingga kita dapat menjadikan parameter sesungguhnya atlet kita ini hasil dari latihan,” katanya.