Bicara sepak bola, nama Jama Sandon mungkin masih terdengar begitu asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun, tak elok jika melupakannya. Sebab, Jama Sandon salah satu penggawa tim nasional Hindia-Belanda di tahun 1922.
Lahir dari keturunan Persia dan Iran, siapa sangka Jama Sandon ternyata kakek dari pakar hukum tata negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra. Sekilas, kenangan manis pun muncul dari pria asal Belitung Timur tersebut.
Seperti yang diutarakan oleh putri Yusril, Kenia Khairunnisa, sepak terjang Jama Sandon adalah cerita turun temurun anak dan cucu.
"Beliau adalah kapten kesebelasan sepak bola Bangka Billiton. Sering bermain di tingkat nasional di Batavia bahkan sampai ke Singapura," ujar Kenia.
Kenia mengisahkan, buyutnya itu adalah pecinta sepak bola. Sampai masa tuanya pun ia masih rajin betul menonton sepak bola. Karena semangatnya itulah, ketika ada pertandingan sepak bola Jama Sandon tak mau ketinggalan turut menjadi komentator.
Pernah suatu ketika Kenia mendapat cerita dari ayahnya Yusril, bahwa buyutnya pernah meminta dibelikan televisi berwarna. Kalau tak salah ingat saat itu sekitar tahun 1980-an. Sederhana saja, Jama Sandon tak ingin salah membedakan klub lawan dan klub yang didukungnya.
“Televisi layar hitam putih menyulitkan beliau membedakan kesebelasan yang sedang bertanding,” kata perempuan berusia 33 tahun itu seraya tersenyum.
Melalui cerita turun-temurun itulah membuat Kenia serasa lebih dekat dengan dunia sepak bola. Ketika ditanya soal klub kebanggaannya, diam-diam Kenia mengaku sudah lama menjadi fans klub Persija Jakarta.
Meski kultur sepak bola Indonesia masih identik dengan fanatisme kebablasan, ternyata tidak membuat Kenia antipati. Bahkan wanita yang kini aktif sebagai Direktur Ihza & Ihza Law Firm tersebut tak ragu memberikan suara lantangnya untuk hak-hak suporter.
Kenia juga menegaskan sudah saatnya mematahkan anggapan suporter sepak bola Indonesia adalah warga kelas dua. Di mata hukum, ia meyakini semua pihak mempunyai hak yang sama untuk berbicara. Inilah ajaran yang didapat Kenia dari sang ayah. Ajaran tersebut nyatanya memang benar-benar dipegang teguh oleh alumnus Universitas Indonesia tersebut.
“Pendampingan hukum sangat penting agar hak-hak seseorang terlindungi. Bisa saja terjadi tindak kekerasan akibat pertandingan sepak bola. Baik pelaku maupun korban sama-sama perlu bantuan hukum agar hukum dapat ditegakkan dengan adil. Juga penegakan hukum dilakukan secara profesional dan proporsional,” ujar Kenia.
Kenia yang lahir di Jakarta merasa beruntung bisa mengenal lebih jauh mengenai klub kebanggaannya itu. Untuk lebih membanggakan warga ibu kota, ia berharap Macan Kemayoran bisa jadi wadah terbaik bagi generasi muda Betawi meneruskan mimpi-mimpinya. Mereka tidak hanya menjadi suporter tapi juga pelaku di atas rumput hijau.
"Sudah bukan cerita baru kalau Persija kekurangan pemain asli Betawi seperti saat era Sofyan Hadi, misalnya. Tentu kita tidak bisa mengesampingkan putra daerah, pentingnya bibit pembinaan dari usia muda jadi harga mati untuk sepak bola Jakarta,” kata Kenia.
“Siapa yang tidak bangga anak daerah bisa membela tim tanah kelahirannya sampai puncak internasional. Semangatnya pasti lebih berlipat.”