Tim Nasional U-22 memperagakan taktik naif yang sangat lugu dalam laga pembuka Grup A SEA Games XXXII 2023. Pola permainan mereka monoton, melulu menitikberatkan stabilitas penguasaan bola. Satu-dua umpan pendek kerap terpaksa berakhir spekulasi lambung panjang yang mubazir.
Konsentrasi di tengah permainan sering terganggu instruksi berlebihan dari pinggir lapangan. Akselerasi gelandang setelah menerima bola dari pemain belakang buat mempercepat alur serangan masih kerap berujung salah passing. Kreasi yang cuma bertumpu pada kecerdasan Marcelino Ferdinan belaka.
Strategi ultradefensif Filipina nyaris memaksakan skor akhir kaca mata di Olympic Stadium, Phnom Penh, Sabtu (29/4). Mereka berhasil mengajak Rizky Ridho larut dalam tempo lamban yang membuang-buang waktu.
Kalau lawan sedikit lebih kuat, barisan Rikzy Ridho niscaya lekas kocar-kacir bila diserang lebih gencar. Faktornya kurangnya tinggi badan Ernando Ari juga akan jadi sasaran tendangan lob striker yang pintar.
Menghadapi Filipina, bermain tanpa gol di waktu normal, semua pemain Indonesia terjangkit demam panggung parah. Tiada konektivitas yang lekat kuat, jalinan kerja sama antarmereka sendiri lenyap tak berbekas.
Kelihatan jelas -- seperti memang terasa menyedihkan sekali -- banyak bakat pas-pasan yang salah latih sejak pertama mereka menyepak bola. Krisis mental pun semakin menambah runyam penampilan timnas semua level di segala turnamen selama 32 tahun terakhir.
Pada tiga menit kritis, hanya akurasi Marcelino, kecermatan Irfan Jauhari, dan hajaran Fajar Fathur Rahman yang menyelamatkan angka kemenangan. Sebelas pemain terus mengalami kebuntuan sepanjang 45 menit baik di babak pertama maupun babak kedua.
Perasaan striker Ramadhan Sananta tidak terpaut erat dengan sayap kanan Jeam Kelly Sroyer. Keduanya tampil dengan tegang satu sama lain. Sananta memilih lebih komunikatif dengan bek sayap kanan Rio Fahmi. Penyerang tengah itu hanya berharap disuplai aliran bola Rio daripada Sroyer.
Beckham Putra tampil buruk, tapi anehnya masih dipertahankan sampai lama sekali di lapangan untuk menampilkan keburukannya. Pratama Arhan habis akal melontarkan bola dari lemparan ke dalam sehingga tidak berguna sama sekali karena tanpa variasi: lurus langsung ke kerumunan depan kiper, mudah diantisipasi.
Kehilangan sentuhan emas, Witan Sulaeman mirisnya juga tidak mampu menghidupkan variasi serangan. Sananta terpaksa menarik urat ngototnya sia-sia sebab amat minim bantuan.
Fokus Rio menyuplai Sananta karena Sroyer tak mau berbagi bola membuat skuad Young Azkals sempat membombardir sisi kanan pertahanan Indonesia yang kosong ditinggalkan Rio. Beberapa kali area kawalan Rio nyaris habis digulung tiki-taka duet penyerang Filipina.
Menurut Scorebar, secara ofensif kedua tim tidak jauh berbeda: Indonesia 142, Filipina 111. Namun, serangan berbahaya timnas unggul hampir tiga kali lipat, 94:38. Tembakan tepat 6 Marcelino cs berbanding 1 untuk Quincy Kammeraad dkk. Sepakan Indonesia melenceng dari gawang Filipina banyak juga, 15 kali. Tanda klasik penyelesaian akhir tetap poin minus pesepakbola kita.
Kemenangan Indonesia 3-0 Filipina pada partai perdana lewat gol di menit 45+1, 90+1, dan 90+2 menyisakan catatan terbuka. Taktik lugu-naif timnas U-22 akan gampang dihapal Thailand, Vietnam, atau Malaysia di semifinal nanti. Asa emas sepak bola putra di pesta olahraga Asia Tenggara yang telah didamba selama 32 tahun sebaiknya disimpan lagi ke bawah bantal dalam nyenyak mimpi, tidur lebih panjang.