Jacksen F Tiago menurunkan gen dari dalam dirinya ke Hugo Samir. Kedua pemain itu, bapak dan anak kandung, telah berkiprah dalam blantika persepakbolaan Indonesia. Diawali Jacksen pada masa 90-an, lalu diteruskan Hugo pada dekade kedua pasca-milenium, kini.
Mereka tampil kental bergaya Samba ala Brasil. Bukan memainkan gaya ular piton, pecel lele, atau kelok sembilan, yang karangan suporter dan komentator.
Kemunculan Jacksen pertama kali di Petrokimia Putra Gresik. Ajang yang dijejakinya, musim perdana Divisi Utama Liga Indonesia 1994, gabungan dua kompetisi Galatama dan Perserikatan. Di final Senayan, Jacksen sempat mencetak gol tapi dianulir wasit, timnya kalah dari Persib Bandung 0-1.
Sejak di Petrokimia, Jacksen erat berdampingan dengan gelandang Carlos De Mello, juga asal Brasil. Ia dibekali naluri predator ulung penyelesai peluang di depan gawang. Dari banyak umpan De Mello, Jacksen menjelma monster sangat ditakuti, striker ganas yang menghantui lawan.
Jacksen kemudian gantung sepatu dan beralih profesi menjadi pelatih. Karirnya tetap apik, sampai pernah menangani tim nasional Indonesia.
Tahun ini, Hugo dipanggil pelatih Shin Tae-yong ke tim nasional PSSI U-20. Ia bukan pemain naturalisasi, melainkan asimilisasi atau blasteran. Asalnya karena Jacksen menikahi perempuan Indonesia setelah menceraikan istri pertamanya, Fatima.
Hugo Samir otomatis menjadi warga negara Indonesia dari prinsip ius soli (hak kewarganegaraan yang ditentukan berdasarkan tempat kelahirannya). Ia lahir di Surabaya, tahun 2005.
Di gelanggang Piala Asia U-20 Uzbekistan 2023, Hugo diberi peranan yang jauh berbeda. STY agak kurang mengerti tentang modal gen terbaik Jacksen sebagai penyerang tengah hebat di era 90-an. Otomatis langsung, gen itu diturunkan Jacksen secara biologis kepada Hugo.
Samir ditempatkan STY lebih ke tengah, buat membawakan peran jenderal lapangan, jadi pengatur serangan. Itu justru spesialis De Mello, gelandang yang dijuluki Si Bebek, karena gendut dan lamban, namun penuh umpan mematikan di musim-musim awal perhelatan pentas Liga Indonesia.
Tapi cara berkelit, kualitas umpan, penempatan posisi, dan visi bermain Hugo di atas rata-rata. Ia tidak mau buru-buru, tidak mudah panik, tidak cepat serabutan tergesa-gesa seperti beberapa rekan sepermainannya di timnas U-20.
Hugo tidak tampil penuh dalam tiga laga yang berakhir dengan kandasnya Garuda Belia di Grup A. Terlepas dari itu, dia sudah menunjukkan potensi yang sama berbahayanya dengan mantan striker Petrokimia yang memberinya bakat bawaan.
Kekurangannya hanya satu. Ia hanya perlu berbagi wawasan intelektualnya dalam membaca permainan kepada sesama rekan di lapangan. Khususnya kepada Ronaldo Kwateh, supaya pemain terakhir ini bisa lebih efektif memberi efek peningkatan kualitas dalam kinerja organisasi kesebelasan menjelang Piala Dunia U-20.