Polri menyatakan tidak akan lagi menggunakan pengamanan seperti saat pertandingan Persebaya vs Arema FC di Stadion Kanjuruhan beberapa waktu lalu. Perubahan itu dilakukan setelah evaluasi dan rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
"Ke depannya untuk pengamanan, kita lebih mengedepankan steward," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu (15/10).
Dedi menuturkan, regulasi yang tengah dalam proses oleh jajaran kepolisian juga sudah menyesuaikan statuta FIFA.
Dia menegaskan, aturan itu akan berlaku bagi pengamanan sepak bola di semua lini, mulai dari tingkat desa, keamatan, kabupaten/kota, nasional, hingga internasional. Dengan demikian, keamanan menjadi prioritas utama dalam tugas Polri di pertandingan sepak bola.
"Untuk penggunaan gas air mata, kemudian peralatan-peralatan pengendalian massa, dan peralatan-peralatam yang dapat memprovokasi massa di stadion, itu tentunya tidak digunakan kembali," ucap Dedi.
Sebagai informasi, dalam rekomendasi yang diserahkan TGIPF kepada Presiden Jokowi pada Jumat (14/10), tertuang poin khusus bagi Polri.
Pertama, perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan lanjutan terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian No: Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang ditandatangani oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur.
Kedua, Polri dan TNI perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap anggotanya serta pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan pada kerusuhan pascapertandingan Arema vs Persebaya tanggal 1 Oktober 2022, seperti yang menyediakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah penonton (tribun) yang diduga dilakukan di luar komando, pengelola Stadion Kanjuruhan yang tidak memastikan semua daun pintu terbuka, pihak Arema FC, dan pihak PSSI yang tidak melakukan pengawasan atas keamanan dan kelancaran penyelenggaraan pertandingan.
Ketiga, Polri perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap suporter yang melakukan provokasi, seperti yang awal mula memasuki lapangan sehingga diikuti oleh suporter lain, suporter yang melakukan pelemparan flare, melakukan perusakan mobil di dalam stadion, dan melakukan pembakaran mobil di luar stadion.
Keempat, melanjutkan proses penanganan masalah tindak pidana yang sedang ditangani, dan pihak-pihak lain (pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan, serta pihak yang menyediakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah penonton/tribun yang diduga dilakukan di luar komando, pengelola stadion Kanjuruhan yang tidak menyerahkan kunci, suporter yang dinilai melakukan provokasi, yang memasuki lapangan pertama kali dan yang melakukan pelemparan flare, dan melakukan perusakan mobil di dalam) yang memenuhi unsur pidana terkait kasus Kanjuruhan.
Kelima, menyiapkan peraturan Kapolri untuk pengamanan olahraga khususnya sepakbola. Keenam, menghentikan penggunaan gas air mata pada setiap pertandingan sepak bola yang ditangani oleh PSSI. Ketujuh, melakukan rekonstruksi kejadian penembakan gas air mata, guna memastikan siapa yang bertanggungjawab dan terhindar dari upaya sabotase.
Selanjutnya, melakukan autopsi terhadap pasien yang meninggal dengan ciri-ciri yang diduga disebabkan oleh gas air mata, guna memastikan faktor–faktor penyebab kematian. Lalu, mensosialisasikan kepada anggota Polri yang bertugas, tentang peraturan-peraturan keamanan dan keselamatan stadion sesuai dengan aturan FIFA.
Direkomendasikan juga agar Polri memastikan kesiapan pengamanan secara keseluruhan dalam penyelenggaraan pertandingan sepakbola. Terakhir, implementasi pengamanan agar disesuaikan dengan Rencana Pengamanan.