Anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareira, menilai, prestasi Indonesia dalam ajang Olimpiade mengalami kemerosotan. Pangkalnya, terdepak dari 50 besar pada ajang olahraga internasional tahun ini dibandingkan kegiatan serupa sebelumnya (46).
"Sejak pertama kali meraih medali perak pada Olimpiade Seoul tahun 1988, prestasi emas kita baru terdongkrak ketika bulu tangkis menjadi cabang olahraga (cabor) yang dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992," ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (8/8).
Sejak saat itu, sambungnya, hanya bulu tangkis yang berhasil menyumbang emas di Olimpiade dengan rerata 1 medali. Terbanyak pada 1992 dengan 2 emas.
Indonesia berada di atas 50 besar pada Olimpiade Tokyo dengan meraih 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu. Ajang sebelumnya, bertengger di urutan ke-46 karena mendapatkan 1 emas dan 2 perak.
Berdasarkan cabor yang berkontribusi, bulu tangkis terbanyak dengan total raihan 8 emas, 7 perak, dan 6 perunggu. Lalu disusul angkat besi dengan perolehan 7 perak dan 8 perunggu dan panahan dengan perolehan 1 perak, sedangkan cabor lainnya hanya sebatas partisipan setiap empat tahun sekali.
"Kita selalu bangga sebagai bangsa besar dengan jumlah penduduk nomor empat terbanyak di dunia. Namun, dalam hal prestasi olahraga, harus diakui kita masih jauh tertingdal dari banyak negara-negara lain di dunia," katanya mengingatkan.
Karenanya, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini meminta adanya perbaikan. Pertama, mengevaluasi secara menyeluruh terhadap olahraga prestasi di Tanah Air.
Selanjutnya, memiliki desain besar (grand design) pembinaan olahraga prestasi yang terstruktur. Selain itu, negara terlibat sejak rekrutmen, pembinaan, dan penyelenggaraan kompetisi.
"Karena jujur saja, selama ini negara tidak banyak berbuat untuk olahraga. Kita baru bangga dan mengelu-elukan ketika ada atlet yang berprestasi. Hadiah untuk atlet pun mengalir. Sementara dalam proses dari rekrutmen sampai dengan prestasi kehadiran, negara minim,” ungkapnya.
Kemudian, imbuh Andreas, negara membuat dan secara konsisten melaksanakan desain besar olahraga prestasi, seperti yang digembar-gemborkan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Desain besar tersebut, terangnya, harus terdapat pilihan berdasarkan latar belakang prestasi, cabor-cabor yang akan menjadi unggulan untuk target prestasi dunia, terutama Olimpiade.
Dia berpendapat, pemilihan cabor mesti didasari metode sport scientific. Dengan demikian, rekrutmen, pembinaan, kompetisi hingga kegiatan-kegiatan pertandingan dapat terukur dan dievaluasi secara ilmiah bukan sekadar berdasarkan selera penguasa olahraga.
“Melalui pendekatan ilmiah, dunia olahraga kita baru akan terdongkrak maju dalam prestasi internasional, prestasi Olimpiade. Belajarlah dari negara-negara yang prestasi olahraganya menjulang. Kita pun bisa, kalau kita mau," pungkasnya.