Pemain Indonesia berjoget di ruang ganti pakaian setelah mengalahkan Singapura di leg kedua semifinal AFF Suzuki Cup 2020. Kegembiraan mereka meledak ditemani Bulan Sutena bernyanyi irama lagu remix jedag-jedug I Love Mama Mantu.
Tim nasional senior menjejak final melalui langkah dramatis. Menghadapi 9 pemain lawan selama 23 menit efektif di waktu normal akhir babak kedua, Witan cs justru hilang kendali.
"Ketika mendapat keuntungan dua pemain, malah mereka agak kehilangan akal, Indonesia sedikit terkejut dari apa yang terjadi dengan baik. Mereka begitu putus asa untuk menyudahi permainan ini. Mereka lupa tentang kemungkinan ancaman serangan balik berkualitas yang dimiliki Singapura," kata komentator siaran langsung Mediacorp di Youtube.
"Sementara pertahanan Indonesia tidak perlu terburu-buru juga. Sejauh ini Anda melihat mereka frustrasi, mulai berdebat satu sama lain. Biarkan gambar-gambar pertandingan ini berbicara sekarang hanya untuk memberi Anda gambaran apa yang terjadi," timpal duetnya yang piawai. Jalannya reportase pertandingan terasa amat nikmat dibuatnya. Jauh dari nuansa bingar macam mendengar suara orang kesurupan di televisi.
Usai laga, Shin Tae-yong mengakui bahwa tim mudanya masih perlu belajar tampil lebih kalem saat unggul jumlah pemain. Ia juga menggarisbawahi cara bertahan mereka yang horor sekali untuk mengantisipasi bola-bola mati.
Coach Shin bukan dokter, dia baru mulai berupaya menyembuhkan 'penyakit kronis' sepakbola nasional. Metodanya seperti remedi ritual seorang tabib dari Timur. Proses kreatifnya membutuhkan ruang sunyi kontemplasi murni.
Ia tampaknya serius melakukan observasi. Timnas junior sejak U-16 hingga U-19 biasanya masih kuat bersaing di level Asia. Memasuki U-23, daya saing skuad Garuda melemah, setelah itu lenyap selamanya bahkan untuk sekadar berkompetisi ke puncak Asia Tenggara. Indikator hilang arah itu ditunjukkan dari sejarah Indonesia hanya pernah menyabet dua emas di SEA Games -- yang terakhir 30 tahun lalu, tanpa pernah juara AFF Cup.
Untungnya Shin langsung membuat keputusan penting: memotong drastis satu generasi senioritas di timnas. Muncul di ajang kompetitif perdananya, Asnawi dkk mendapat kesempatan debut mereka menjadi senior. Dari generasi seangkatan Evan Dimas, sejumlah nama lain ditinggalkan: Hansamu Yama, Ricky Fajrin, Saddil Ramdani, Zulfiandi, Muhammad Hargianto, dan Septian David Maulana. Bintang popular seperti Andritany Ardiansyah, Stefano Lilipaly, dan Beto Goncalves telah diabaikan.
Melihat kukuhnya Nadeo Argawinata, tentu penggemar sudah mulai move on dari duka lara kehilangan figur Kurnia Meiga. Agresivitas Rahmat Irianto dan Alfeandra Dewangga mungkin menutup layar bagi Hariono dan Manahati Lestusen untuk mengenakan jersi merah-putih lagi. Gaya liar Ricky Kambuaya yang ofensif di garis kedua ialah antitesis dari teori SKO Ragunan milik Egy MV.
Pengamat Timo Scheunemann berkomentar negatif soal Ezra Walian di media sosial sesudah leg pertama semifinal. Ezra memang sulit beradaptasi dengan sistem baru Shin, di mana bekal pembinaannya di Ajax dulu mengharamkan striker terlalu banyak berlari, selain hanya perlu bertugas ganas di dalam kotak penalti. Tapi dibandingkan KH Yudo dan Hanis Saghara, Walian lebih lumayan. Ezra masih mampu memberi aura ketenangan teknis untuk gelandang dan sayap yang akan siap melayaninya. Dia sabar menunggu momen terbaik sampai gol pun akhirnya bisa dicetaknya.
Kini, timnas menatap partai puncak menantang Thailand. Ini final ideal, karena dua kandidat sesama juara grup di penyisihan. Akurasi passing Indonesia sudah naik 81%, berstandar tinggi, di pentas National Stadium selama 120 menit lusa kemarin. Optimisme makin dalam, walaupun berstatus kuda hitam.
Pertemuan terakhir Indonesia-Thailand di Dubai pada Pra-Piala Dunia 2022, Juni silam. Skornya berakhir 2-2, di mana gol tendangan silang Narubadin tercipta setelah Tom Bihr mau mencekik leher Rizki Ridho, yang mencegah Ridho menutup ruang di depan Narubadin. Selain matang, tim Gajah Putih tak bisa ditampik: sangat licik. Lihat saja, baru empat hari yang lalu, Theerathon menyikut Quang Hai dan bagaimana sikutnya itu luput dari pengamatan wasit.
Demi perasaan yang lebih enteng dalam menyelesaikan urusan Thailand di depan, timnas lebih baik berbagi rasa: memanggil kembali kenangan manis yang dialami Evan dan Kadek Agung. Dua gol mereka di Dubai itu penting untuk diingat lagi. Selain gol, Bulan Sutena juga membahagiakan.
Kita sudah di final
ta so siap ta so siap
ta so siap ka situ
mau minta restu
biar juara satu...