Jazirah Arab, yang banyak bergurun pasir, kesannya tiada keindahan. Seperti "tanah panas" menjunjung budaya bersilang pedang dan penuh konflik bersenjata sebagai bagian tergelap dari dunia kematian.
Olahraga sepak bola seperti mustahil dimainkan di sana. Sebab rumput tak mau tumbuh secara alamiah di kawasan yang diliputi medan perang tersebut.
Semua berubah ketika Qatar menyelenggarakan Piala Dunia 2022. Bangunan stadion hipermodern ditunjang teknologi canggih akhirnya memanjakan mata publik bola terarah ke Jazirah Arab. Mata publik internasional terbuka.
Secara artifisial rumput buatan tumbuh pada sembilan kota tuan rumah Piala Asia 2023. Jangan sampai pertandingan nanti juga dihasilkan secara buatan bukan berdasarkan sportivitas olahraga.
Irak merupakan sebuah negeri Timur Tengah dalam spektrum geopolitik Arab sebagaimana dipetakan dunia. Negeri 1001 Malam juga tak lepas dari pertempuran. Usai perang saudara Irak-Iran 80an, mereka hangus oleh agresi Amerika Serikat dengan dalih palsu senjata pemusnah massal.
Di Indonesia, derajat sepak bola Irak terangkat. Mereka juara Asia di Jakarta 2007. Setelah kejayaan legendaris Younis Mahmoud dkk itu, mirisnya Irak terkoyak. IFA, federasi sepak bola Irak, terjungkal ke jurang gagal prestasi, seperti PSSI.
Akhir-akhir ini wasit selalu menjadi pembeda dalam laga yang dimainkan tim nasional Irak. Begitu juga versus Korea Selatan, walau berakhir kekalahan 0-1.
Taegeuk Warriors mendominasi permainan. Kendati pelatih Jurgen Klinsmann mencadangkan sebagian besar bintang besarnya di awal, termasuk jimat Tottenham Hotspur dan kapten mereka, Son Heung-min. Penyerang Wolverhampton Wanderers Hwang Hee-chan, gelandang PSG Lee Kang-in, bek Bayern Munich Kim Min-jae, dan penyerang FC Midtjylland Cho Gue-sung juga tidak masuk dalam 11 inti.
Korea berhasil mencetak satu gol melewati jangkauan penjaga gawang Jalal Hassan, saat Lee Jae-sung melepaskan tembakan dari kaki kirinya dari luar kotak penalti pada menit ke-40.
Pentas pemanasan Piala Asia 2023 dihelat di New York University Abu Dhabi Stadium, Sabtu (6/1). Pertandingan ini dipimpin wasit Yahya Al-Mulla (Uni Emirat Arab).
Performa sebagai gerombolan sebelas pemain provokatif brutal melekat erat pada Singa Mesopotamia. Wasit Yahya UEA kelihatan berniat sungguh-sungguh ingin mengubah citra buruk Irak.
Upaya wasit UEA dan kesebelasan Irak apakah akan diapresiasi oleh "K-bol" (fans bola Korea) dan publik Asia? Tampaknya tidak. Tapi AFC kofederasi Asia dan badan sepak bola dunia FIFA masih juga tutup mata atas ketidakadilan wasit sesama Arab memimpin pertandingan tim-tim Timur Tengah.
Dua kejadian berikut ini amat memalukan: Pada menit ke-66, umpan terobosan Lee Kang-in menemukan striker Son Heung-min menyerbu ke kotak penalti Irak. Son tidak bisa melepaskan tembakannya dan kakinya malah ditangkap oleh tangan kiper Jalal yang beraksi menerkam. Tidak ada penalti. Pemain Korsel protes percuma.
Pertandingan berlanjut: Menit 85, giliran winger kanan Lee Kang-in (Korsel) menerima umpan melebar di rusuk kiri pertahanan lawan. Berduel dengan bek kiri Irak, dia berupaya melindungi bola. Tangan kanan kasar lawannya mendorong pinggang Kang-in. Secara licik, bola itu dapat direbut.
Tensi kedua pemain memanas, mereka saling dorong. Peluit berbunyi, laga terhenti. Sikut bek Irak duluan menyambar bahu Lee. Gelandang klub elit Eropa, Paris Saint-Germain (PSG), itu membalas. Lawannya pura-pura jatuh kesakitan. Wasit mencabut kartu merah! Untuk Lee Kang-in.
Korea memainkan beberapa menit terakhir dengan kurang satu pemain. Bek kiri Irak hanya mendapat kartu kuning. Padahal dia yang justru memulai kontak fisik setelah peluit bunyi, saat bola mati.
Siapa bek kiri Irak? Ahmed Yahya. Kebetulan sama dengan nama wasitnya. Yahya, bek kiri Irak, dikartukuningkan wasit Yahya. Mungkinkah, akan banyak insiden tidak lucu seperti ini terulang di Piala Asia 2023 mendatang?