close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Karyawan melintas dekat maskot Pilkada Kota Blitar di Kantor KPU Kota Blitar, Jatim. Foto Antara/Irfan Anshori
icon caption
Karyawan melintas dekat maskot Pilkada Kota Blitar di Kantor KPU Kota Blitar, Jatim. Foto Antara/Irfan Anshori
Pemilu
Jumat, 11 September 2020 17:35

17 larangan cegah eksploitasi anak saat Pilkada 2020

Diprediksi terdapat 456.256 anak dalam DP4 Pilkada 2020.
swipe

Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan Kepala Daerah (DP4 Pilkada) 2020 bakal melibatkan 456.256 anak berusia 17 tahun. Karenanya, sejumlah instansi terkait menerbitkan surat edaran (SE) bersama.

Lembaga yang terkait meliputi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Harapannya, kontestasi yang berjalan ramah anak.

Kepala Divisi Monitoring dan Evaluasi KPAI, Jasra Putra, menyatakan, langkah ini dilakukan karena terdapat 17 indikator penyalahgunaan anak dalam politik dan tertuang dalam SE bersama tersebut.

"Semua ini dilaksanakan dalam tegak lurus melaksanakan implementasi Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 15A yang menyatakan, setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/9).

Berdasarkan catatan KPAI pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, terdapat temuan pelibatan anak dalam kampanye. Bahkan, empat anak ditembak dan meninggal usai penetapan pemilu. "Sampai sekarang kita tidak bisa menemukan pelakunya," tegasnya.

"Belum lagi barisan 55 kasus yang masih menjadi catatan KPAI,” sambungnya.

Berikut 17 indikator penyalahgunaan anak dalam politik:
1. Melibatkan anak untuk ikut menerima uang saat menghadiri kampanye, menerima pembagian sembako maupun sedekah, dan sejumlah indikasi money politic lainnya;
2. Menyalahgunakan identitas anak yang sebenarnya belum berusia 17 tahun, tetapi diindentifikasi telah berusia 17 tahun, termasuk memalsukan status anak sebagai sudah menikah dalam daftar pemilih tetap (DPT);
3. Memanfaatkan fasilitas anak untuk kepentingan pemilihan kepada daerah, seperti tempat bermain, sekolah, madrasah, pesantren, dan lain-lain;
4. Memasang foto ataupun video anak di alat peraga kampanye;
5. Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih calon kepala daerah;
6. Menampilkan anak sebagai bintang utama dari iklan politik dalam media apa pun;
7. Menampilkan anak di atas panggung kampanye calon kepala daerah dalam bentuk hiburan;
8. Menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut calon kepala daerah;
9. Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktik politik uang oleh tim kampanye calon kepala daerah;
10. Mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain;
11. Memaksa, membujuk, atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara;
12. Membawa bayi atau anak yang belum memiliki hak pilih ke arena kampanye terbuka;
13. Melakukan tindakan kekerasan/eksploitasi atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara, seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat, dan/atau bentuk lainnya;
14. Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi, dan/atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya;
15. Memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon kepala daerah;
16. Menggunakan anak menjadi pemilih pengganti bagi orang dewasa yang tidak menggunakan hak pilihnya; dan/atau
17. Melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan