close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (tengah) didampingi Wakil Ketua bidang Internal Hairansyah (kanan) dan Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Amiruddin (kiri), memberikan keterangan pers tentang Debat Capres putaran keempat, di Jakarta, Senin
icon caption
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (tengah) didampingi Wakil Ketua bidang Internal Hairansyah (kanan) dan Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Amiruddin (kiri), memberikan keterangan pers tentang Debat Capres putaran keempat, di Jakarta, Senin
Pemilu
Senin, 01 April 2019 22:37

Absennya perspektif HAM di debat keempat dipersoalkan

Banyak isu terkait militer yang potensial mengancam hak asasi manusia.
swipe

Ketua Tim Pemantau Pemilu 2019 dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hairansyah menyayangkan calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto tidak memasukkan perspektif HAM saat beradu gagasan di debat keempat Pilpres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3) malam. 

Menurut Hairansyah, kedua kedua kandidat hanya sibuk beradu gagasan terkait strategi pertahanan negara untuk melindungi bangsa Indonesia tanpa memikirkan ancaman terhadap HAM. Padahal, banyak isu terkait militer yang potensial mengancam HAM. 

Ia mencontohkan polemik TNI yang berniat memperluas cakupan jabatan di institusi sipil, dan maraknya nota kesepahaman yang ditandatangani TNI dengan instansi, kementerian dan lembaga, yang substansinya di luar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI. Ia juga mempersoalkan pendirian divisi-divisi kostrad baru. 

"Ini tidak saja berkaitan dengan faktor pertahanan dan keamanan. Akan tetapi, soal konflik agraria dan wilayah hidup seperti penggusuran, perebutan lahan, dan lain sebagainya," kata Hairansyah dalam sebuah diskusi di Media Center Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (1/4). 

Hairansyah mengatakan, kedua capres belum mengupas pembaruan-pembaruan dalam upaya melindungi, menegakkan, dan menghormati HAM. Isu-isu spesifik terkait kebebasan beragama, konflik agraria, intoleransi, dan pengungkapan pelanggaran HAM berat pun tidak diulas.

"Berkaitan dengan pelayanan publik sebagai perwujudan hak asasi manusia, kedua capres masih sebatas mempersoalkan aspek penguatan supra dan infrastruktur pemerintah," tutur Hairansyah. 

Standar HAM dalam operasi TNI dan Polri

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, mengatakan institusinya telah mengusulkan agar perspektif HAM dimasukkan dalam standard operational procedure (SOP) penanganan keamanan dan ketertiban oleh Polri dan TNI.

"Nanti pada pertemuan-pertemuan berikutnya dengan Kepolisian dan TNI, kami akan bicarakan teknisnya, tetapi prinsip-prinsipnya sudah ada kesepahaman antara kami dengan Mabes Polri," ujarnya. 

Komnas HAM, kata Taufan, telah mengusulkan kepada kepolisian untuk menerapkan standar HAM dalam penanganan kasus terorisme. Bagi TNI, lanjut dia, standar HAM dapat diterapkan ketika para personel TNI bertugas dalam operasi militer selain perang (OMSP). 

Pelibatan TNI dalam urusan ketertiban dan keamanan sangat bersangkutan dengan masyarakat sipil. Karena itu, Taufan menegaskan, pembekalan standar hak asasi manusia sangat dibutuhkan TNI. 

"Kalau menangani bencana TNI jagonya, tapi bagaimana jika yang menyangkut masyarakat sipil, secara antropologis seperti apa? Kan prinsip asasi manusia itu perlu dilatih lagi. TNI tidak mengenal pelatihan (semacam) itu," ujar Taufan. 

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan