Hasil Pilpres 2019 ternyata masih dipersoalkan oleh kubu Prabowo-Sandi. Gagal di Mahkamah Konstitusi, salah satu anggota Direktorat Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Nicholay Aprilindo mencoba peruntungan ke Mahkamah Agung (MA).
Mengatasnamakan Prabowo-Sandi, Nicholay mengajukan permohonan pelanggaran administratif pemilu (PAP) ke MA. Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah mengatakan, permohonan tersebut sudah teregister dengan nomor 2 P/PAP/2019 bertanggal 3 Juli 2019.
"Ada permohonan ke MA tentang pelanggaran administrasi pemilihan. Pemohonnya H. Prabowo-Sandi. Kuasanya Nicholay Aprilindo," kata Abdullah saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (11/7).
Dikatakan Abdullah, berkas yang diajukan Nicholay sudah memenuhi persyaratan. Artinya, permohonan tersebut hanya tinggal menunggu waktu untuk disidangkan. "Dalam waktu 14 hari insyaallah sudah diputus," ujar Abdullah.
Namun demikian, permohonan yang diajukan Nicholay itu berpolemik. Menurut eks juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, aduan tersebut tidak dikoordinasikan dengan Direktorat Advokasi dan Hukum BPN.
Andre pun mengaku tidak tahu alasan Nicholay untuk mengajukan gugatan tersebut. "Saya enggak tahu. Tim advokasi dan hukum aja tidak mendapat informasi dan mendapatkan pemberitahuan. Surat kuasanya juga pakai surat kuasa lama. Jadi, yang bersangkutan (Nicholay) main lapor aja," tuturnya.
Senada, anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah mengaku baru mengetahui ada gugatan di MA. Menurut Nasrullah, tim penggugat PAP yang dipimpin Nicholay berbeda dengan Tim Hukum Prabowo-Sandi yang menggugat hasil Pilpres 2019 ke MK.
"Enggak tahu saya. Karena saya beda tim. Kalau kami mengurus perkara sengketa pilpres di MK," kata Nasrullah saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (11/7).
Menurut Nasrullah, terdapat dua tim kuasa hukum yang disiapkan Prabowo-Sandi mengurusi segala persoalan pemilu. Pertama, tim yang bersidang di MK. Kedua, Direktorat Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi yang menggarap dugaan kecurangan di Pemilu 2019.
"Jadi, harus dibedakan antara tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga yang ke MK dan kuasa hukum BPN. Tim BPN yang dimotori Pak Nicholay dan Pak Dasco itu mengurusi proses-proses yang terjadi dianggap kecurangan pemilu," kata dia.
Kelanjutan gugatan yang gagal
Gugatan Nikolai merupakan lanjutan dari upaya hukum yang dilayangkan Ketua BPN Prabowo-Sandi Djoko Santoso, Mei lalu. Ketika itu, Djoko yang mengatasnamakan BPN melayangkan gugatan ke Bawaslu RI atas dugaan pelanggaran administrasi secara terstruktur, sistematis, dan masif di Pilpres 2019.
Namun, gugatan tersebut ditolak lantaran dianggap Bawaslu tanpa barang bukti yang memadai. Djoko lantas melayangkan kasasi ke MA pada 31 Mei 2019 atau sepekan pascaputusan sengketa hasil Pilpres 2019 di MK.
Namun demikian, kasasi tersebut ditolak MA lantaran BPN dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan. MA menyatakan seharusnya Prabowo-Sandi sendiri yang melayangkan gugatan.
Menurut Nicholay, MA tidak menolak permohonan kasasi yang dilayangkan pada 31 Mei 2019. MA tidak menerima gugatan tersebut alias NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) lantaran ada cacat formil.
Nama pemohon kemudian diubah menjadi Prabowo-Sandi melalui surat kuasa No.01/P-S/V/2019 dari Prabowo Subianto. Nicholay mengklaim mendapat kuasa untuk mengajukan gugatan pada 3 Juli 2019 yang telah diregister dengan nomor 2P/PAP/2019.
"Hal tersebut di atas untuk meluruskan pemberitaan yang keliru yang menyatakan bahwa permohonan PAP yang kedua pada Mahkamah Agung RI tanpa sepengetahuan Prabowo-Sandi," ujar Nicholay dalam keterangan tertulis.
Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Yusril Ihza Mahendra menilai gugatan yang diajukan Nicholay itu janggal. Pasalnya, Bawaslu sudah menolak gugatan tersebut.
"Mestinya kalau perkara itu diulang, diganti pemohonnya Pak Prabowo-Sandi, kan mulai dari Bawaslu lagi. Kalau enggak diterima, kasasi lagi. Tapi, kok langsung kasasi bukannya dari tingkat pertama," kata Yusril. (Ant)